BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif,
kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil dalam “mengingat” jangka pendek,
tapi gagal dalam membekali peserta didik dalam memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan pendekatan
pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam
menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang.
Pendekatan pembelajaran yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran
kontekstual (CTL).
Contextual Teaching and Learning
merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan
peserta idik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang
dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan
pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan
ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pembelajaran kontekstual?
2. Bagaimana karakteristik pembelajaran kontekstual?
3. Apa saja landasan teori pembelajaran kontekstual?
4. Bagaimana prinsip pembelajaran kontekstual?
5. Apa saja asas-asas pembelajaran kontekstual?
6. Bagaimana pola dan
tahapan pembelajaran kontekstual?
7. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontekstual?
C.
Tujuan
1. Untuk memahami pengertian pembelajaran kontekstual
2. Untuk mengetahui karakteristik pembelajaran kontekstual
3. Untuk mengetahui landasan pembelajaran kontekstual
4. Untuk memahami prinsip-prinsip yang terdapat dalam pembelajaran
kontekstual
5. Untuk mengetahui beberapa asas-asas pembelajaran kontekstual
6. Untuk memahami
beberapa pola dan tahapan pembelajaran kontekstual
7. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontekstual
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual telah berkembang
di negara-negara maju dengan nama beragam. Seperti halnya di negara Belanda
disebut dengan istilah “Realistic Mathematics Education (RME)” yang menjelaskan
bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
peserta didik. Sedangkan di Amerika disebut dengan istilah “Contextual Teaching
and Learning” (CTL)” yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi
pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan
pengetahuan dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan yang
dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari mereka.[1]
Menurut Johnson, pembelajaran kontekstual
berarti suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna
dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan
pribadinya, sosialnya, dan budayanya.[2]
Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal
yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa
untuk menemukan materi, artinya proses belajar`diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL ini tidak
mengahrapkan siswa hanya dapat menerima pelajaran, akan tetapi siswa diharapkan
untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.[3]
Kedua, CTL mendorong siswa untuk
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata. Dengan artian, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Sebab, dengan adanya
korelasi materi yang ditemukan dengan kehidupan yang nyata dapat menanamkan
dengan erat dalam memori siswa mengenai materi yang dipelajarinya sehingga
sulit untuk dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan. Dengan kata lain, CTL tidak hanya mengaharapkan siswa memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi materi pelajaran itu diharapkan dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.[4]
Dengan demikian, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa dan proses pembelajarannya berlangsung
secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja serta mengalami, dan bukan
lagi transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dari sinilah, strategi
pembelajaran lebih dipertimbangkan dari pada hasil belajar. Sebenarnya,
pembelajaran kontekstual ini bertujuan menolong para siswa melihat makna di
dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan
subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik
dengan konteks keadaan pribadi, sosial, maupun budaya mereka.[5]
Contextual Teaching and
Learning is a conception to teaching and learning that helps teachers
relate matter content to real world situations; and motivates students to make
connections between knowledge and its applications to their lives as family
members, citizens, and workes and engage in the hard work that learning
requires.
Yang artinya pembelajaran kontekstual
merupakan suatu konsepsi dari pembelajaran yang membantu pembelajar/guru
menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi yang sebenarnya dan memotivasi
peserta didik untuk membuat hubungan-hubungan pengetahuan dengan penerapan di
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja
serta mengikatnya di dalam kerja keras yang diperlukan dalam belajar.[6]
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga seorang pembelajar hanya bertugas memfasilitasi proses tersebut
dengan cara menjadikan pengetahuan itu bermakna relevan bagi peserta didik,
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan idenya
sendiri, dan menyadarkan peserta didik agar menerapkan strateginya dalam
belajar.
B.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut
Johnson ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu
sebagai berikut:[7]
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Artinya,
siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang yang dapat bekerja sendiri
atau kelompok dan orang yang dapat belajar berbuat (learning by doing).
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang
signifikan (doing significant work).
Artinya, siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks
yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota
masyarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning).
d. Bekerja sama (collaborating). Artinya, siswa dapat bekerja sama, guru membantu
siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana
mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking).
Artinya, siswa dapat menggunakan
tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat
menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
menggunakan logika serta bukti-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi
siswa (nurturing the individual). Artinya, siswa memlihara pribadinya:
mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi,
memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan
orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standars). Artinya, siswa
mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan
memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara
mencapai apa yang disebut “excellence”.
h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment). Proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang
perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa
perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses
belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses
mengamati, menganalisa, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau
dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan hanya pada hasil
pembelajaran.
Selain
karakteristik di atas, Hanafiah dan Cucu Suhana dalam bukunya yang berjudul
“Konsep Strategi Pembelajaran” mengemukakan beberapa karakteristik pembelajaran
kontekstual antara lain:[8]
1. Kerja sama antarpeserta didik dan guru (cooperative).
2. Saling membantu antarpeserta didik dan
guru (assist).
3. Belajar dengan bergairah (enjoyfull learning).
4. Pembelajaran terintegrasi secara
kontekstual.
5. Menggunakan multi media dan sumber
belajar.
6. Cara belajar siswa aktif (student active learning).
7. Sharing
bersama teman (take ang give).
8. Siswa kritis dan guru kreatif.
9. Dinding
kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa.
10. Laporan siswa bukan hanya buku rapor,
tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan
sebagainya.
C. Landasan
Teori Pembelajaran Kontekstual
Ada
beberapa teori yang berkembang berkaitan dengan metode Contextual Teaching and
Learning adalah sebagai berikut:[9]
a. Knowledge-Based Constructivism
Teori ini beranggapan bahwa belajar
bukan menghafal, melainkan mengalami, dimana peserta didik dapat mengkonstruksi
sendiri pengetahuannya, melalui partisipasi aktif secara inovatif dalam proses
pembelajaran.
b. Effort-Based Learning/Incremental Theory
of Intellegence
Teori ini beranggapan bahwa bekerja
keras untuk mencapai tujuan belajar akan mendorong peserta didik memiliki
komitmen terhadap belajar.
c. Socialization
Teori ini beranggapan bahwa belajar
merupakan proses sosial yang menentukan terhadap tujuan belajar. Oleh karena
itu, factor sosial dan budaya merupakan bagian dari sistem pembelajaran.
d. Situated Learning
Teori ini beranggapan bahwa
pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik dalam konteks secara fisik
maupun konteks sosial dalam rangka mencapai tujuan belajar.
e. Distributed Learning
Teori ini beranggapan bahwa manusia
merupakan bagian integrasi dari proses pembelajaran, yang di dalamnya harus ada
terjadinya proses berbagi pengetahuan dan bermacam-macam tugas.
D. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Dalam menerapkan pembelajaran kontekstual di dalam kelas,
terlebih dahulu para guru memahami prinsip-prinsip ilmiahnya. Johnson
menyebutkan tiga prinsip ilmiah dalam CTL sebagai berikut:[10]
1) Prinsip Saling-Bergantungan
Prinsip ini merupakan prinsip kebersamaan. Karena setiap
individu membutuhkan atau saling bergantung kepada individu yang lain. Seperti
halnya, saling ketergantungan antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan
guru, peserta didik dengan peserta didik lain, peserta didik dengan masyarakat
luar sekolah, dan masyarakat luar sekolah dengan peserta didik. Prinsip inilah,
yang kemudian dapat menghubungkan konteks dan menemukan makna dari persoalan
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dari situlah, selanjutnya guru atau
peserta didik maupun masyarakat dapat memecahkan persoalan, merancang suatu
rencana, mengambil keputusan dan kesimpulan secara bersma-sama.
2) Prinsip Diferensiasi
Prinsip ini sangat menghargai dan menjunjung tinggi
keberagaman. Dlam hal ini, CTL memberikan peluang dan kesempatan untuk saling
isi dan mengisi serta memberi perhatian individu lebih panjang dan
terkonsentrasi. Dengan kata lain, CTL memandang perbedaan dan keberagaman
bukanlah suatu kegagalan dalam pembelajaran tetapi merupakan seni dan ragam
yang akan menjadikan pembelajaran berkualitas dan bermakna. Selain itu, untuk
dapat menciptakan peserta didik menjadi dirinya sendiri (learning to be) dan
mereka akan berkemabng sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.
3) Prinsip Pengaturan Diri
Prinsip ini meminta guru untuk mendorong setiap peserta
didik mengeluarkan seluruh potensinya. Sasaran CTL adalah menolong peserta
didik mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karier, dan
mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan
pengalaman serta pengetahuan pribadinya. Ketika peserta didik menghungkan
materi akademik dengan konteks keadaan pribadi, maka terlihatlah prinsip
pengaturan dirinya. Seperti halnya ketika seorang peserta didik bergabung
dengan peserta didik lainnya untuk memperoleh pengertian baru dan untuk
memperluas pandangan mereka. Dalam melakukan hal tersebut, para peserta didik
menemukan minat mereka, keterbatasan mereka, dan kekuatan imajinasi mereka dan
akhirnya mereka juga dapat menemukan siapa diri mereka dan apa yang bisa mereka
lakukan.
Dari ketiga prinsip tersebut, terlihat bahwa pembelajaran
kontekstual lebih memberi kesempatan pada peserta didik untuk aktif dalam
proses pembelajaran. Peserta didik merasa dirinya adalah bagian dari kesatuan
dalam proses yang diikuti, memupuk kebersamaan, saling menghargai pendapat,
menghormati gagasan orang lain, tidak takut berbeda, dan menjadikan dirinya
sendiri. Dengan pembelajaran kontekstual pengetahuan peserta didik menjadi
lebih berkembang da tumbuh melalui pengalaman-pengalaman dunia nyata yang
diadaptasinya.
E. Asas-Asas Pembelajaran Kontekstual
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan
itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk
guru, akan tetapi dari proses menemukan dan mengkonstruksinya sendiri. Maka
guru harus menghindari mengajar sebagai penyampaian informasi. CTL sebagai
suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas inilah yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Ketujuh asas
ini sering kali disebut sebagai komponen pembelajaran kontekstual. Ketujuh asas
ini akan dijelaskan di bawah ini.[11]
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut
konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi
dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan
terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan
dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Dengan demikian,
pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung
individu yang melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat
pengetahuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan
belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan
subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan
struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Dengan demikian, pembelajaran kontekstual diharapkan
untuk mendorong siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya melalui proses
pengamatan dan pengalamannya sendiri. Karena suatu pengetahuan itu dapat
dikatakan fungsional manakala dibangun oleh individu itu sendiri.
2. Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik
diharapkan bukan hanya sekedar mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
menemukan sendiri. Seorang guru harus bisa merancang suatu pembelajaran dalam
bentuk kegiatan menemukan (inquiry) dan dalam bentuk apapun materinya yang akan
diajarkan. Siklus inquiry terdiri dari:[12]
1) Observasi (Observation)
2) Bertanya (Questioning)
3) Mengajukan dugaan (Hypotesis)
4) Pengumpulan data (Data gathering)
5) Penyimpulan (Conclussion)
Adapun langkah-langkah kegiatan inquiry adalah sebagai
berikut:[13]
a. Merumuskan masalah,
b. Mengamati atau melakukan observasi,
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,
laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.
d. Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada
pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis
kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry,
yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya
dalam pembelajaran berguna untuk:[14]
1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
2) Mengecek pemahaman siswa
3) Memecahkan persoalan yang dihadapi
4) Membangkitkan respons kepada siswa
5) Mengetahui sejauh
mana keingintahuan siswa
6) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
7) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki
guru
8) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
9) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari hasil kerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu, guru disarankan untuk
selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Masyarakat
belajar artinya bahwa seseorang kaya dengan pengetahuan dan pengalaman tatkala
mereka banyak belajar dengan orang lain. Membentuk masyarakat belajar adalah
melibatkan beberapa orang untuk belajar (dua orang lebih). Di dalam masyarakat
belajar terjadi komunikasi dua arah yakni antara satu dengan lainnya, antara
peserta didik dengan gurunya. Praktik dalam pembelajaran “masyarakat belajar”
terwujud dalam:[15]
a. Pembentukan kelompok kecil
b. Pembentukan kelompok besar
c. Mendatangkan “ahli” ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter,
budayawan, petani, perawat, polisi, pengurus organisasi, tukang kayu, dll.)
d. Bekerja dengan kelas sederajat
e. Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya
f. Bekerja dengan masyarakat.
5. Pemodelan (Modeling)
Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung
dengan adanya pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan
(identifikasi) maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara
untuk mengoperasikan sesuatu aktivitas dan cara untuk menguasai pengetahuan
atau keterampilan tertentu. Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh
guru, peserta didik, atau dengan cara mendatangkan narasumber dari luar
(outsourcing), yang terpenting dapat membantu terhadap ketuntasan dalam belajar
(mastery learning) sehingga peserta didik dapat mengalami akselerasi perubahan
secara berarti.[16]
Seperti halnya guru bahasa inggris yang mendatangkan
seorang penutur asli bahasa inggris ke dalam kelas untuk menjadi model baik
dari cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan
sebagainya. Dengan demikian, siswa akan mampu meniru dan melaksanakannya jika
dia telah melihat, memahami, mendengar, dan mencoba apa-apa yang telah dibuat
model.[17]
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di
masa lalu. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau
pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui
konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru
membantu siswa menghubungkan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru diterima. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu
yang berguna bagi dirinya tentang apa
yang baru dipelajarinya. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak
agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:[18]
1) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya
hari itu
2) Catatan atau jurnal di buku siswa
3) Diskusi
4) Hasil karya
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian yang sebenarnya
(authentic assessment) adalah kegiatan menilsi siswa yang menekankan pada apa
yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen
penilaian. Ciri-ciri penilaian autentik adalah:[19]
1) Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja,
dan produk
2) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung
3) Menggunakan berbagai cara dan sumber
4) Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian
5) Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus
mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari
6) Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan
keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).
Hal-hal yamg bisa digunakan sebagai dasar menilai
prestasi siswa antara lain:[20]
a. Proyek/kegiatan dan laporannya
b. Hasil tes tulis
c. Portofolio (kumpulan karya siswa selama satu semester
atau satu tahun)
d. Pekerjaan rumah
e. Kuis
f. Karya siswa
g. Presentasi atau penampilan siswa
h. Demonstrasi
i.
Laporan
j.
Jurnal
k. Karya tulis
l.
Kelompok diskusi
m. Wawancara
F.
Pola dan Tahapan Pembelajaran Kontekstual
Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan
CTL guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini.[21]
a.
Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta
manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan
dipelajari
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
· Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan
jumlah siswa
· Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi
· Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat
berbagai hal yang ditemukan di tempat observasi tersebut.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap siswa.
b.
Inti
Di lapangan
1) Siswa melakukan observasi ke tempat tertentu sesuai
dengan pembagian tugas kelompok
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di tempat
observasi sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya
Di dalam kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya
masing-masing
2) Siswa melaporkan hasil diskusi
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok yang lain
c.
Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi
sekitar masalah sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai
2) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka.
G. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Kelebihan pembelajaran kontekstual adalah sebagai
berikut:[22]
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya
siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran kontekstual menganut
aliran konstruktivisme, dimana siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya
sendiri.
Sedangkan kelemahan pembelajaran kontekstual adalah
sebagai berikut:[23]
1. Guru lebih intensif dalam membimbing
Dalam metode CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa.
Sehingga peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan
dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun
dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra
terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga seorang pembelajar hanya bertugas memfasilitasi
proses tersebut dengan cara menjadikan pengetahuan itu bermakna relevan bagi
peserta didik, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan
menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan peserta didik agar menerapkan
strateginya dalam belajar.
Ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu
strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1.
CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental
2.
CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata
3.
Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di
lapangan
4.
Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari
orang lain.
B.
Saran
Setitik harapan dari kami sebagai penyusun kepada semua pihak baik
pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada kami. Karena
makalah yang kami susun ini masih terlihat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk memperbaiki
kekurangan yang ada dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah
dan Cucu Suhana.
Konsep Strategi
Pembelajaran. Bandung: PT. Refika
Aditama. 2012.
Kunandar. Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
Martinis Yamin. Desain
Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: GPP Press. 2012.
Martinis
Yamin. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta:
GP Press Group.
2013.
Muchlis
Solichin. Pengelolaan Pembelajaran. Surabaya: Pena
Salsabila.
2013.
Trianto. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. 2010.
Wina
Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana. 2006.
[1] Kunandar, Guru
Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), hlm.301
[2] Ibid, hlm. 301
[3] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2006), hlm. 253
[4] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hlm. 253-254
[5] Muchlis Solichin, Pengelolaan
Pembelajaran, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 107
[6] Martinis Yamin, Strategi dan Metode dalam Model
Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Group, 2013), hlm. 52
[7] Muchlis Solichin, Pengelolaan
Pembelajaran, hlm. 109-110
[8] Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep
Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 69
[9] Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep
Strategi Pembelajaran, hlm. 68
[10] Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta:
GPP Press, 2012), hlm. 91-92
[13] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 114
[16] Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep
Strategi Pembelajaran, hlm. 68
[18] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hlm. 114