Rabu, 01 Juni 2016

makalah tentang ideologi pendidikan konservatif



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan terdapat dua hal yang berkaitan, yaitu mendidik dan pendidikan. Menurut  Martinus J. Langeveld mendidik berarti memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak yang belum dewasa menuju ke arah kedewasaan, dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atau segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Sedangkan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara ialah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelect), dan jasmani anak-anak supaya dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian di atas kemudian pendidikan diuji untuk mampu memberikan jawaban yang menyulitkan, antara melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada  atau pendidikan harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Kedua hal tersebut hanya bisa dijawab melalui pemilihan paradigma dan ideologi pendidikan yang mendasar. Hal tersebut berarti proses pendidikan harus memberikan ruang untuk mempertanyakan secara kritis antara sistem dan struktur yang ada serta hukum yang berlaku.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan ideologi dan pendidikan?
2.      Apa itu ideologi pendidikan ?
3.      Bagaimana paradigma pendidikan kontemporer?
4.      Sebutkan macam-macam ideologi pendidikan konservatif?
C.  Tujuan
1.      Untuk memahami makna ideologi dan pendidikan.
2.      Untuk memahami makna ideologi pendidikan.
3.      Untuk mengetahui paradigma pendidikan kontemporer.
4.      Untuk mengetahui macam-macam ideologi pendidikan konservatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ideologi Pendidikan
Istilah ideologi ini dikemukakan oleh Sargent yang mengindikasikan dalam bukunya, Temporary Political Ideologies (Ideologi-ideologi Politik Kontemporer) yang mengatakan bahwa ideologi adalah sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga serta proses masyarakat. Ia menyediakan sebuah potret dunia sebagaimana adanya dan sebagaimana seharusnya dunia itu bagi mereka yang meyakininya. Dan dengan melakukan itu, ia mengorganisir kerumitan atau kompleksitas yang besar di dunia menjadi sesuatu yang cukup sederhana dan bisa dipahami. Derajat organisasi atau penataan itu, juga penyederhanaannya yang tampak pada potret tadi, cukup bervariasi dari satu ideologi ke ideologi lain, dan semakin meningkatnya kompleksitas dunia membuat potret tadi jadi kabur. Di saat yang sama, potret dasar yang disediakan oleh ideologi tampaknya tetap cukup mapan dan konstan. [1]
Kemudian dalam Kamus Ilmiah Populer disebutkan bahwa ideologi ini dipakai untuk menunjukkan kelompok ide-ide yang teratur menangani bermacam-macam masalah politik, ekonomi dan sosial, asas haluan, seta pandangan hidup dunia.[2] Jadi dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah suatu tema yang merupakan pokok perhatian manusia sebagai dasar semua perilaku manusia dan menentukan bentuk pilihan manusia. Dengan kata lain, ideologi inilah yang merupakan tujuan segala usaha dan upaya manusia dan merupakan penjelas kedudukan manusia di alam eksistensi ini, minimal kehidupannya di alam materi, serta merupakan tolok ukur bagi nilai-nilai dan keutamaan kehidupan.[3]

Dari pengertian di atas maka dapat kita ketahui bahwa suatu ideologi itu memiliki karakteristik sebagai berikut.[4]
1.      Ideologi tidak hanya mempunyai seluruh sifat positif, bahkan harus jauh dari segala kekurangan dan kelemahan. Seperti halnya ketika kita mengamati setiap ideologi manusia, maka akan kita jumpai beberapa dimensi yang bermanfaat dan memiliki sisi positif, tetapi ada pula aspek-aspek lainnya yang negatif dan mempunyai kekurangan yang jauh dari nilai-nilai hakiki.
2.      Ideologi harus menjelaskan kedudukan manusia di alam eksistensi dan menjawab persoalan-persoalan hakiki manusia, seperti masalah asal-muasal manusia, tujuan keberadaan manusia di alam ini, dan akhir perjalanan hidup manusia pasca kematian.
3.      Ideologi harus terkait dengan semua aspek kehidupan manusia dan menentukan bentuk hubungan individu-individu dalam masyarakat dan mengarahkan manusia ke arah pembangunan diri, masyarakat, dan bangsanya. Di samping itu, ideologi dapat memberdayakan potensi-potensi yang berbeda dari setiap individu untuk kepentingan kesempurnaan masyarakat manusia dan menegaskan bahwa setiap individu manusia berhubungan satu sama lain yang diumpamakan sebagai bagian dari tubuh yang satu.
4.      Ideologi harus memiliki dimensi logis, argumentatif, rasionalitas, dan bersifat tetap dan stabil.
5.      Cita-cita dan tujuan ideologi dapat dicapai oleh semua individu manusia. Dengan kata lain, puncak kesempurnaan yang dicanangkan oleh ideologi tersebut bisa diraih secara bertahap oleh setiap individu berdasarkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
6.      Ideologi harus bersifat abadi dan kekal karena jika manusia memilih suatu ideologi yang tidak kekal, dapat dipastikan kehidupan manusia akan mengalami kemunduran dan kehancuran.

Selanjutnya makna pendidikan yang merupakan bentuk nomina dari kata dasar “didik” yang mendapat awaan “pe” dan akhiran “an”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.[5]
Selain itu, makna pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga sudut pandang yaitu sempit, luas terbatas, dan maha luas.[6]
1.      Dalam arti sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Dalam arti ini pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama yang berlangsung di tempat tertentu, khususnya di sekolah (lembaga formal).
2.      Dalam arti luas terbatas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
3.      Dalam arti maha luas, pendidikan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang menuju kedewasaan, yang berlangsung dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja, baik direncanakan atau tidak direncanakan.
B.      Ideologi Pendidikan
Menurut William O’Neil, dalam buku Educational Idelogies: Contemporary Expressions of Educational Philosophies (1981), antara ideologi pendidikan dengan filosofi pendidikan memiliki kedekatan arti, bahkan boleh dibilang kesamaan pengertian antara keduanya. Kedua istilah tersebut merujuk pada satu aspek pembahasan, yaitu mengkaji pendidikan secara fundamental melalui tingkatan abstraksi yang jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkatan tersebut kemudian lebih berdekatan arti dengan pengertian filsafat (filsafat pendidikan).[7]
Kemudian pengertian ideologi pendidikan dirumuskan  sebagai suatu konstruksi pemikiran pendidikan yang berada pada level abstraksi lebih tinggi. Atau bisa dipahami sebagai rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu. Dari sinilah pengertian ideologi pendidikan setara dengan konstruksi filsafat pendidikan. Jadi, ideologi pendidikan adalah suatu konstruksi filosofis dari beragam aliran-aliran filsafat pendidikan. [8]
Selanjutnya mengenai pengertian ideologi dan filsafat pendidikan yang hampir memiliki arti yang sama. Cuma bedanya terletak pada wilayah kajiannya. Kalau ideologi pendidikan wilayah kajiannya lebih bersifat politis dan filosofis. Sedangkan filosofi pendidikan merupakan kerangka konseptual yang bersifat fundamental dengan mengetengahkan ketiga aspek kajian filsafat secara umum.[9]
C.    Paradigma Pendidikan Kontemporer
Sebelum kita membahas mengenai bagaimana paradigma pendidikan kontemporer alangkah baiknya jika kita tahu terlebih dahulu makna dari paradigma pendidikan itu sendiri. Paradigma pendidikan adalah konstruksi pemikiran tentang suatu model pendidikan yang memiliki dasar filosofis tertentu.[10]
Dalam dua atau tiga dekade terakhir ini ideologi-ideologi klasik seperti kapitalisme, sosialisme, dan nasionalisme mulai kehilangan momentumnya, disusul kemudan dengan hadirnya ideologi kontemporer seperti feminisme, pluralisme, dan postmodernisme. Khusus dalam bidang pendidikan diramaikan dengan ideologi-ideologi baru yang menawarkan doktrin-doktrin pendidikan sebagai terapi atas krisis yang melanda dunia pendidikan. [11]
Berdasarkan pemetaaan William O’Neil ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh, dengan varian masing-masing, yaitu pertama, ideologi konservatif dengan variasinya yaitu fundamentalisme, intelektualisme, dan konservatisme. Kedua, ideologi liberalis dengan variasinya yaitu liberalisme, liberasionisme, dan anarkisme.[12]
Ideologi konservatif ini memandang tujuan pendidikan sebagai memelihara nilai-nilai yang dipercaya sudah mapan, telah teruji sejarah bahwa nilai-nilai tersebut benar. Benar dalam artian berdasarkan agama (fundamentalis), benar berdasarkan ilmu (intelektualisme), benar berdasarkan tradisi. Keyakinan-keyakinan tersebut yang kemudian menentukan tujuan dalam memelihara atau melestarikan nilai-nilai mapan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap posisi guru yang dipandang sebagai subyek pendidikan, posisi anak sebagai obyek pendidikan, dan materi pendidikan adalah ilmu-ilmu yang telah tersusun mapan dalam teori-teori pendidikan.[13]
Sedangkan dalam liberalisme, tujuan pendidikan adalah mengubah dan membangun tatanan sosial baru. Pendidikan bukan alat, tetapi pelaku penyusun, pelaku tatanan sosial baru, yang dominan bukan lagi guru tetapi peserta didik. Guru hanya bersifat sebagai fasilitator. Sedangkan peserta didik bukan mereproduksi ilmu, tetapi memproduksi ilmu.[14]
D.    Macam-macam Ideologi Pendidikan Konservatif
Konservatif adalah sikap hendak mempertahankan keadaaan dan tradisi lama.[15] Sedangkan paradigma pendidikan konservatif ini bermula dari suatu konstruksi filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan “Perenialisme” dan “Esensialisme”. Dikatakan bahwa pendidikan konservatif itu bermuara pada aliran perenialisme karena aliran ini memahami orientasi akhir dari pendidikan itu adalah pengakuan terhadap nilai-nilai transendental. Sedangkan menurut aliran esensialisme yaitu meyakini nilai-nilai kemanusiaan yang paling fundamental, yakni dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran agama.[16]
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi pendidikan konservatif itu adalah rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu dengan sikap hendak mempertahankan keadaaan dan tradisi lama. Selanjutnya, ideologi-ideologi pendidikan konservatif ini terdiri dari tiga tradisi pokok yaitu fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan, dan konservatisme pendidikan.[17]
1.      Fundamentalisme Pendidikan
fundamentalisme meliputi semua corak Konservatisme politik yang pada dasarnya anti-intelektual. Dengan artian bahawa mereka ingin meminimalkan pertimbangan-pertimbangan filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau konsensus sosial yang sudah mapan.
Dari sisi politik, konservatisme reaksioner merupakan gagasan untuk kembali kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan masa silam, baik yang pernah ada ataupun sekadar khayalan. Terdapat dua variasi jika hal tersebut diterapkan dalam pendidikan. Variasi pertama, fundamentalisme penddikan religius seperti yang tampak dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis dan memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku serta harfiah sebagaimana yang telah diungkap oleh otoritas Alkitab.
Variasi kedua, fundamentalisme pendidikan sekular yang memiliki cirri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya disbanding yang religius terhadap cara pandang dunia melalui akal sehat yang disepakati dan pada umumnya menjadi pandangan dunia orang biasa.
2.      Intelektualisme pendidikan
Intelektualisme ini lahir dari ungkapan-ungkapan Konservatisme politik yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoritarian. Secara umum, Konservatisme filosofis ini ingin mengubah praktik-praktik politik yang ada (termasuk praktik-praktik pendidikan), demi menyesuaikannya secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam pendidikan kontemporer, Konservatisme filosofis mengungkapkan diri terutama sebagai intelektualisme pendidikan bahwasanya terdapat dua variasi mendasar yaitu intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat sekular, dan intelektualisme teologis yang memiliki orientasi sebagaimana terpantul dalam tulisan-tulisan para filosof pendidikan Katolik Roma kontemporer seperti William McGucken dan John Donahue.
3.      Konservatisme Pendidikan
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu. Dalam dunia pendidikan, seorang Konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola-pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.
Ada dua ungkapan dasar Konservatif dalam pendidikan: pertama, konservatisme pendidikan religius, yang menekankan peran sentral pelatihan ruhaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Kedua, konservatisme pendidikan secular, yang memusatkan perhatian pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktik yang sudah ada.













BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga serta proses masyarakat. Ia menyediakan sebuah potret dunia sebagaimana adanya dan sebagaimana seharusnya dunia itu bagi mereka yang meyakininya.
Ideologi itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Ideologi tidak hanya mempunyai seluruh sifat positif, bahkan harus jauh dari segala kekurangan dan kelemahan.
2.      Ideologi harus menjelaskan kedudukan manusia di alam eksistensi dan menjawab persoalan-persoalan hakiki manusia.
3.      Ideologi harus terkait dengan semua aspek kehidupan manusia dan menentukan bentuk hubungan individu-individu dalam masyarakat dan mengarahkan manusia ke arah pembangunan diri, masyarakat, dan bangsanya.
4.      Ideologi harus memiliki dimensi logis, argumentatif, rasionalitas, dan bersifat tetap dan stabil.
5.      Cita-cita dan tujuan ideologi dapat dicapai oleh semua individu manusia.
6.      Ideologi harus bersifat abadi dan kekal.
Selanjutnya makna pendidikan yang merupakan bentuk nomina dari kata dasar “didik” yang mendapat awaan “pe” dan akhiran “an”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.



Berdasarkan pemetaaan William O’Neil ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh, dengan varian masing-masing, yaitu pertama, ideologi konservatif dengan variasinya yaitu fundamentalisme, intelektualisme, dan konservatisme. Kedua, ideologi liberalis dengan variasinya yaitu liberalisme, liberasionisme, dan anarkisme.
ideologi-ideologi pendidikan konservatif ini terdiri dari tiga tradisi pokok antara lain:
1.      Fundamentalisme Pendidikan
2.      Intelektualisme pendidikan
3.      Konservatisme Pendidikan

B.   Saran
Setitik harapan dari kami sebagai penyusun kepada semua pihak baik pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada kami. Karena makalah yang kami susun ini masih terlihat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam makalah ini.


 
















DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Anas Salahuddin. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2011.
Mohammad Kosim. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Pena Salsabila. 2013.
Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan.  Yogyakarta: Pinus Book Publisher. 2008.
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. 2001.
Saliman dan Sudarsono. Kamus Pendidikan. Pengajaran. dan Umum. Jakarta: Rineka Cipta. 1994.
Utomo Dananjaya. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa. 2011.
William F. O’Neil. Ideologi-ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.



[1] William F. O’Neil, Ideologi-ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 33
[2] Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), hlm. 239
[3] Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 69
[4] Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, hlm. 69-71
[5] Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 23
[6] Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, hlm. 27-28
[7] Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan,  (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2008), hlm. 62
[8] Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan,  hlm. 64
[9] Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan,  hlm. 65
[10] Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan,  hlm. 66
[11] Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 4
[12] Ibid, hlm. 104-120
[13] Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif, (Bandung: Nuansa, 2011), hlm. 11
[14] Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif, hlm. 11-12
[15] Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan, Pengajaran, dan Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 125
[16] Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan,  hlm. 68

[17] Ibid, hlm. 104