Rabu, 01 Juni 2016

cara membuat proposal


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, salah satunya adalah dengan menggunakan ilmu. Sesuatu yang bersifat ilmu adalah ilmiah. Ilmu yang diperoleh dari hasil penelitian atau studi disebut ilmu pengetahuan. Disini terdapat perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan bisa disebut sebagai ilmu jika pengetahuan itu sistematis, metodis dan koheren. Sistematis dalam arti pengetahuan itu disusun berdasarkan system tertentu. Metodis dalam arti bahwa pengetahuan itu diperoleh dan dikembangkan berdasarkan metode tertentu. Dan terakhir, koheren dalam arti bahwa pengetahuan itu merupakan suatu kesatuan yang padu, yang masing-masing bagiannya saling mendukung sampai terbentuk suatu harmoni “tumbuhan pengetahuan yang kompak”.
Pada dunia penelitian hal-hal yang bersifat sistematis, metodis dan koheren mutlak diperlukan guna menghadapi berbagai permasalahan yang perlu dipecahkan baik bersifat ilmiah maupun terapan. Agar kegiatan penelitian tersebut sistematis, metodis dan koheren maka diperlukan statement yang memuat rencana penelitian yang dituangkan ke dalam proposal penelitian. Proposal penelitian ini secara komprehensif memuat komponen-komponen yang dapat menggambarkan hubungan mendasar antara komponen peneliti, komponen pemberi dana dan komponen yang akan menggunakan hasil penelitian.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimana cara menentukan judul penelitian?
2.    Bagaimana cara menyusun latar belakang masalah?
3.    Bagaimana cara untuk melakukan identifikasi maslah?
4.    Bagaimana cara menyusun rumusan masalah?
5.    Bagaimana cara membuat tujuan penelitian?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara menentukan judul penelitian
2.      Untuk mengetahui cara menyusun latar belakang masalah
3.      Untuk mengetahui cara mengidentifikasi masalah
4.      Untuk mengetahui cara menyusun rumusan masalah
5.      Untuk mengetahui cara membuat tujuan penelitian

















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Menentukan Judul Penelitian
Unsur penting dalam bagian awal penyusunan rancangan penelitian adalah menentukan judul. Menurut Nyoman Kutha Ratna sebagaimana dikutip oleh andi Prastowo, judul merupakan representasi (wakil) dari keseluruhan isi, termasuk harapan-harapan dalam suatu karya tulis. Judul adalah nama, identitas yang dianggap sebagai ciri utama untuk mengenalinya. Dalam suatu karya ilmiah, judul menjadi petunjuk bagi pembaca sehingga pembaca dapat membayangkan masalah, tujuan, manfaat, dan bahkan keseluruhan isi yang terkandung di dalamnya.[1]
Dalam banyak hal, judul penelitian kualitatif tidak berbeda dengan judul penelitian lainnya. Perbedaannya terletak pada makna dan substansi judul tersebut. Kalau penelitian kuantitatif makna judul penelitiannya adalah mengekspos permasalahan kuantitatif, seperti hubungan-hubungan variabel dan jenis pengukuran yang akan dilakukan. Sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diekspos adalah fenomena yang diteliti dan berbagai aspek yang berhubungan dengannya. Kemudian dari segi substansinya, judul penelitian kuantitatif sudah dapat dibuat secara final pada awal pembuatan proposal penelitian. Sedangkan pada penelitian kualitatif, judul baru bisa dibuat konkret setelah seluruh penelitian sudah selesai dilakukan.[2]
Oleh sebab itu, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh peneliti antara lain:
1.    Kesesuaian judul dengan keseluruhan isi daripada kegiatan dan laporan yang dikerjakan, baik kesesuaian dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Yang dimaksud dengan kesesuaian kualitatif adalah kesesuaian dalam segi hakikat atau sudut pandang serta kesesuaian dalam segi hakikat persoalannya. Sedangkan kesesuaian kuantitatif adalah kesesuaian dalam keseimbangan antara luasnya wilayah yang dinyatakan dalam judul dengan wilayah kegiatan serta uraian dalam laporannya.
2.    Judul harus menggunakan kata-kata yang jelas, tandas, pilah-pilah literar, singkat, deskriptif, dan tidak merupakan pertanyaan. Hendaknya hindari penggunaan kata-kata yang kabur, terlalu politik, bombastik, bertele-tele, tidak runtut, dan lebih dari satu kalimat.[3]
Selain kedua hal di atas, ada juga yang berpendapat bahwa untuk menentukan judul penelitian paling tidak terdapat lima cara yang harus ditempuh yaitu sebagai berikut:[4]
1.    Judul ditemukan melalui proses pembacaan literatur (buku) secara cermat, seperti melalui rekomendasi penelitian terdahulu. Tesis atau disertasi yang baik pada umumnya menyertakan salah satu saran yang lainnya mengenai masalah tertentu yang sangat penting, tetai tidak bisa disajikan dalam penelitiannya.
2.    Ditemukan melalui kehidupan praktis sehari-hari, seperti petunjuk kolegial. Seorang peneliti seharusnya memiliki pergaulan yang luas, mengamati secara cermat setiap aspek kehidupan. Seperti halnya guru kontrak, pegawai honorer, para pengunjung perpustakaan, sekolah alam, dan sebagainya itu merupakan judul-judul yang didapatkan secara kebetulan, namun sangat besar manfaatnya bagi penelitian dalam bidang pendidikan.
3.    Lahir melalui kepekaan kita (peneliti),  seperti berbagai judul penelitian dalam kaitannya dengan pengembangan masyarakat secara keseluruhan. Kepekaan peneliti pada gilirannya juga mengimplikasikan kreativitas, bahkan imajinasi.
4.    Diperoleh melalui kompetensi para tokoh yang memiliki otoritas, baik akademis maupun birokratis. Kompetensi dengan sendirinya diperoleh melalui pengalaman selama bertahun-tahun, baik secara langsung di lapangan maupun secara tak langsung melalui penjelasan maupun secara tak langsung melalui penjelajahan literatur.
5.    Judul dan masalah diperoleh karena sesuatu yang unik sehingga menarik perhatian untuk diteliti. 
Sementara itu, untuk teknik penyususnan judul, menurut Nyoman Kutha Ratna sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo, sebenarnya tidak ada batasan berapa jumlah kata dalam  satu judul. Pertimbangan yang sering dikemukakan adalah jangan terlalu pendek sehingga makna judul sulit ditangkap, juga jangan terlalu panjang sehingga ada kesan mubazir dan bertele-tele. Kemudian ada beberapa kaidah yang lazim digunakan dalam penulisan judul, antara lain: Pertama, disusun sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan telah disepakati dalam dunia akademis. Kedua, gunakan bahasa baku yang lugas dan ringkas. Ketiga, judul harus informatif dan komunikatif. Keempat, yaitu judul tidak dalam bentuk singkatan. Kelima, judul umumnya merupakan kumpulan kata (parafrase) bukan kalimat deklaratif.[5]
B.  Menyusun Latar Belakang Masalah
Setiap masalah pasti ada yang melatar belakangi. Dalam latar belakang masalah ini perlu dikemukakan gambaran keadaan yang sedang terjadi selanjutnya dikaitkan dengan peraturan/kebijakan, perencanaan, tujuan, teori, pengalaman, sehingga terlihat adanya kesenjangan yang merupakan masalah. Masalah ini perlu dikemukakan dalam bentuk data.[6]
Masalah yang dikemukakan dalam bentuk data, bisa diperoleh dari studi pendahuluan, dokumentasi laporan penelitian, atau pernyataan orang-orang yang dianggap kredibel dalam media baik media cetak maupun elektronika. Penelitian juga tidak harus berangkat dari masalah, akan tetapi bisa juga berangkat dari  potensi. Potensi tersebut akhirnya dapat berkembang menjadi masalah karena potensi tersebut tidak dapat didayagunakan.
Setelah masalah yang dikemukakan belum dapat diatasi dan mungkin ada potensi yang belum dapat didayagunakan, maka perlu dilakukan penelitian. Jadi, dalam latar belakang masalah ini intinya berisi tentang jawaban atas pertanyaan, mengapa perlu dilakukan penelitian.
Sementara Nyoman Kutha Ratna mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo bahwa masalah dan latar belakang mempunyai keterkaitan yang erat sekali. Latar belakang adalah deskripsi, bukan analisis, dikemukakan secara singkat dan lugas. Inti pembicaraannya adalah adanya kesenjangan anatar kondisi yang ada di lapangan (das sein) dan harapan yang harus dicapai (das sollen). Atau dengan kata lain, latar belakang menunjukkan adanya kesenjangan anatara problematik empiris dan problematik teoritis. Penjelasannya mulai dari masalah umum ke khusus, semacam piramida terbalik.[7]
Selain itu, ada pertanyaan penting yang mesti dijawab dalam latar belakang masalah yaitu mengapa objek yang dimaksudkan yamg dipilih, mengapa bukan yang lain. Pada umumnya, disinilah para peneliti menemukan keraguan, tidak percaya diri, bahkan tidak jarang penelitian tidak dilanjutkan sama sekali. Dengan kata lain, peneliti gagal dalam menempuh penelitiannya. Untuk itu, ada beberapa saran, khususnya dalam menyusun latar belakang yang pada dasarnya menemukan judul penelitian.
1.    Baik latar belakang maupun judul dan maslah hendaknya berpedoman pada ciri-ciri kajian sesuai bidang keahlian atau disiplin keilmuwan masing-masing.
2.    Latar belakang penelitian tidak harus masalah besar, tetapi mungkin kecil dan mungkin juga tidak menarik perhatian bagi orang lain. Namun, yang mesti besar adalah bagaimana penelitian dilakukan sehingga masalah yang kecil tersebut menjadi besar bagi peneliti.
3.    Penelitian ditentukan oleh objek formalnya, bukan objek materialnya. Meskipun objek materialnya sama, apabila peneliti memiliki ketajaman dalam mengamati suatu masalah, di dalam objek material yang sama akan berhasil diungkap objek yang kecil dan sederhana akan dihasilkan permasalahn yang besar dan kompleks.[8]
C.  Identifikasi Masalah
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa masalah adalah adanya kesenjangan anatar kondisi yang ada di lapangan (das sein) dan harapan yang harus dicapai (das sollen). Untuk meningkatkan kemampuan melihat suatu masalah yang perlu diteliti, maka harus giat mencari masalah dari sumber-sumbernya. Adapun yang menjadi sumber utama permasalahan ialah:[9]
a.    Bacaan
Seorang peneliti harus rajin membaca, terutama jurnal-jurnal penelitian atau laporan penelitian. Pada umumnya penelitian ilmiah jarang menjawab permasalahn dengan tuntas. Bahkan suatu penelitian itu memberi rekomendasi tertentu untuk diteliti lebih lanjut.
b.    Seminar, diskusi, dan pertemuan ilmiah
Para peserta seminar, diskusi dan pertemuan ilmiah membawa makalah-makalah yang memecahkan permasalahan menurut bidangnya masing-masing. Mungkin saja masalah itu perlu diteliti pula dari segi ilmu yang lain.
c.    Pernyataan dari orang yang memiliki otoritas
Sering dalam ceramah atau bahkan penyataan seorang pejabat tinggi, mislanya seorang menteri yang mengatakan bahwa ada suatu masalah yang harus dipecahkan. Sehingga seorang peneliti tentunya akan tergugah untuk menelitinya.
d.   Pengamatan sekilas
Misalnya ada seorang ahli sedang melakukan perjalanan dinas. Kemudian di tengah perjalanannya ia melihat suatu gejala yang tidak sehat dan perlu dipecahkan. Maka untuk memecahkannya harus diadakan penelitian terlebih dahulu.
e.    Pengalaman pribadi
Dari pengalaman pribadi seorang yang berminat dalam penelitian mungkin muncul suatu pertanyaan yang mendorong ia melakukan penelitian. Seperti halnya, seorang dosen setelah mengajar selama beberapa tahun memperhatikan bahwa mahasiswa dari sekolah-sekolah kejuruan lanjutan atas yang telah bekerja sedikitnya dua tahun semua berhasil mengikuti kuliahnya dengan baik.


f.     Perasaan dan ilham 
Dalam benak seorang peneliti yang sudah berpengalaman, mungkin tiba-tiba muncul suatu pertanyaan yang mendorong melakukan penelitian. Mungkin saja pertanyaan itu tiba-tiba ia rasakan ketika melihat fenomena yang ada di sekitarnya. Dari situlah ia kemudian tertarik untuk mengadakan penelitian.
Setelah suatu masalah diputuskan untuk diteliti pemecahannya, maka peneliti mencari teori-teori, konsep-konsep dari segala macam sumber yang mungkin ada kaitannya dengan permasalahannya. Maka dari itu, kegiatan penelitian haruslah banyak membaca, baik dari sumber acuan umum yaitu dari buku-buku teks di perpustakaan, maupun dari sumber acuan khusus yaitu dari jurnal-jurnal penelitian, makalah-makalah, seminar dan lain-lain.  Dalam memilih sumber-sumber acuan itu, perlu diperhatikan keterkaitannya dan pandangan terbaru. Semakin banyak sumber acuan yang dibaca oleh peneliti maka akan meningkatkan daya nalarnya dalam mengambil deduksi dari teori-teori dan generalisasi-generalisasi yang sudah ditelaahnya, sehingga sampai kepada suatu jawaban sementara.[10]
D.  Rumusan Masalah
Salah satu pekerjaan yang paling pokok dalam kegiatan penelitian adalah merumuskan masalah. Untuk menyusun rumusan masalah penelitian kualitatif ada persyaratan yang mesti dipenuhi, yaitu kita harus memformulasikan fenomena yang mau diteliti. Jadi, rumusan masalah kualitatif merumuskan substansi kategorisasi, substansi struktur, dan substansi model dalam suatu permasalahan penelitian.[11]
Rumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, yaitu: 1) rumusan masalah deskriptif, apabila tidak dihubungkan antarfenomena, dan 2) rumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena. Selain itu, rumusan masalah memiliki fungsi yaitu: 1) mendorong adanya suatu kegiatan penelitian atau pentingnya kegiatan penelitian, 2) sebagai titik tolak, acuan atau fokus dari suatu penelitian, 3) menentukan jenis data yang perlu dikumpulkan oleh peneliti, dan 4) mempermudah peneliti dalam menentukan populasi dan sampel penelitian.[12]
Rumusan masalah dalam penelitian kualitatif tidak berkenaan dengan variabel penelitian, yang bersifat spesifik, tetapi lebih makro dan berkaitan dengan kemungkinan apa yang terjadi pada objek/situasi sosial penelitian tersebut. Sehingga dalam penelitian dan penemuan masalah penelitian, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan secara hati-hati, yaitu: a) masalah penelitian harus yang bersifat teka-teki, unik, orisinil dan belum bisa dijawab dengan tegas, b) dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya atau katau kalimat interogratif, c) dirumuskan dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, d) tersedia sumber informasi yang cukup, baik dalam bentuk manusia sumber (human resources ) maupun yang bukan manusia sumber (nonhuman resources), sehingga memungkinkan untuk pengumpulan data, e) mempunyai manfaat yang besar, baik secara teoritis maupun praktis, f) sesuai dengan kemampuan peneliti itu sendiri (terutama dalam penggunaan metode penelitian) dan bidamg keahliannya, dan g) memperhatikan biaya, waktu, alat, dan tenaga penunjang lainnya.[13]
Moeleong mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo bahwa ada sekitar sembilan prinsip yang bisa kita jadikan pedoman dalam penyusunan rumusan masalah penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:[14]
1.    Prinsip terkait teori dasar
Dalam prinsip ini, kita harus senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitian kita didasarkan pada upaya untuk menemukan teori dari dasar sebagai acuan utama. Pada akhirnya rumusan masalah ini nanti hanya sekedar menjadi arahan, pembimbin, atau suatu acuan pada usaha untuk menemukan masalah yang sebenarnya


2.    Prinsip terkait maksud perumusan masalah
Perumusan masalah disini dimaksudkan untuk menunjang upaya penemuan dan penyusunan teori substansif (teori yang bersumber dari data). Selain itu, penekanan pada suatu upaya penemuan teori dapat membawa peneliti untuk juga dapat menguji suatu teori yang sedang berlaku meskipun sulit. Dengan demikian, melalui prinsip ini rumusan masalah dalam usaha penelitian barangkali akan terjadi, dua kali, atau bahkan lebih mengalami perubahan dan penyempurnaan.  
3.    Prinsip hubungan faktor
Terdapat tiga aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan pada waktu merumuskan masalah penelitian, yaitu sebagai berikut:
a.       Adanya dua faktor atau lebih
b.      Fakor-faktor itu kemudian dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna
c.       Hasil dari menghubungkan faktor-faktor tadi berupa suatu keadaan yang menimbulkan tanda tanya. Jadi, dari situlah nantinya perlu adanya pemecahan dari tanda tanya tersebut. Upaya untuk memecahkan pertanyaan itu yang kemudian sering dikenal dengan istilah “tujuan penelitian”.
Adapun hal utama yang perlu diperhatikan adalah agar dalam merumuskan masalah ketiga aturan di atas diusahakan sedemikian rupa supaya dipenuhi. Jadi, jika ada faktor yang tidak dikaitkan antara satu dengan yang lainnya berarti belum memenuhi persyaratan.
4.    Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi
Penelitian kualitatif bersifat terbuka. Dengan artian tidak mengharuskan kita menganut suatu orientasi teori tertentu. Namun, jika kita telah menetapkan dan memegang teori, maka kita harus memanfaatkannya dan harus secara taat asas. Dengan demikian, rumusan masalah nantinya akan mengarahkan dan membimbing peneliti pada situasi lapangan bagaimanakah yang akan dipilih dari berbagai latar yang sangat banyak tersedia.


5.    Prinsip terkait kriteria inklusif-eksklusif
Ketika peneliti terjun ke lapangan, tentunya akan memiliki banyak data baik melaui observasi partisipan, wawancara mendalam, analisis dokumen, dan sebagainya. Perumusan fokus yang baik biasanya dilakukan sebelum peneliti ke lapangan dan mungkin sudah disempurnakan pada awal ia terjun ke lapangan. Sehingga ia akan membatasi untuk memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak relevan.
6.    Prinsip terkait bentuk dan cara perumusan masalah
Ada tiga bentuk rumusan masalah, yaitu:
a.       Secara diskusi
Cara penyajian diskusi adalah dengan bentuk peenyataan secara deskriptif, namun perlu diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian.
b.      Secara proporsional
Rumusan yang dibuat secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna. Dalam hal ini, ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dikemukakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian.
c.       Secara gabungan
Dalam bentuk ini, rumusannya terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian ditegaskan lagi dalam bentuk proporsional.
7.    Prinsip terkait dengan posisi perumusan masalah
Maksud dari “posisi” disini tidak lain adalah kedudukan untuk rumusan masalah di antara unsur-unsur penelitian lainnya seperti latar belakang masalah, tujuan, acuan teori, serta metode penelitian. Sedangkan prinsip posisi ini sendiri menghendaki empat ketentuan dalam penyusunan rumusan masalah sebagai berikut.
a.       Rumusan latar belakang penelitian hendaknya didahulukan karena latar belakanglah yang memberikan ancang-ancang dan alasan diadakannya penelitian.
b.      Rumusan masalah disusun terlebih dahulu, baru tujuan penelitian karena tujuan penelitian pada hakikatnya akan berusaha memecahkan dan menjawab pertanyaan pada masalah penelitian itu.
c.       Sebaiknya, rumusan masalah  dipisahkan dari rumusan tujuan penelitian walaupun hal itu jangan diartikan bahwa keduanya tidak dapat dilakukan.
d.      Seyogiyanya rumusan masalah tersebut dipisahkan dari metode penelitian karena perbedaan fungsi keduanya yang cukup menolak.
8.    Prinsip terkait hasil penelaahan kepustakaan
Pada dasarnya perumusan masalah tidak dapat dipisahkan dari hasil penelaahan kepustakaan yang berkaitan, karena untuk lebih mempertajam rumusan masalah walaupun masalah yang sesungguhnya bersumber dari data. Penelaahan kepustakaan juga mengarahkan serta membimbing peneliti untuk membentuk kategori substantif walaupun perlu diingat bahwa kategori substantif seharusnya bersumber dari data.
9.    Prinsip terkait penggunaan bahasa
Untuk bentuk rumusan masalahnya, kalau berdasarkan “level of explanation” suatu gejalanya, kita akan menemukan tiga bentuk rumusan masalah, yaitu:
(1)   rumusan masalah deskriptif
dalam bentuk ini adalah suatu rumusan masalah yang memandu kita untuk mengungkapkan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas, dan mendalam.
(2)   rumusan masalah komparatif
Untuk bentuk yang kedua ini, rumusan masalah yang memandu kita untuk membandingkan antara konteks sosial atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
(3)   rumusan masalah asosiatif atau hubungan
Bentuk terakhir ini adalah rumusan masalah yang memandu kita untuk mengonstruksi (membangun/menyusun) hubungan antara situasi sosial atau domain satu dan yang lainnya. Rumusan masalah asosiatif ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a.       hubungan simetris adalah hubungan suatu gejala yang munculnya bersamaan sehingga bukan merupakan hubungan sebab-akibat atau interaktif.
b.      Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab dan akibat.
c.       Hubungan resiprokal adalah hubungan yang saling memengaruhi.
Dalam merumuskan masalah penelitian, kita perlu memerhatikan langkah-langkahnya. Dikemukakan oleh Moleong sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo bahwa ada empat langkah yang harus ditempuh dalam perumusan masalah yaitu:
1.      Tentukan fokus penelitiannya
2.      Cari berbagai kemungkinan faktor yang memiliki hubungan dengan fokus tersebut yang disebut dengan subfokus.
3.      Di antara faktor-faktor yang berhubungan, adakan pengkajian mana yang sangat menarik untuk ditelaah, kemudian tetapkan mana yang dipilih.
4.      Buatlah hubungan secara logis antara faktor-faktor subfokus yang dipilih dan fokus penelitian.[15]
E.  Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan dan membuktikan pengetahuan. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan. Dengan metode kualitatif maka peneliti dapat menemukan pemahaman luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang kompleks, memahami interaksi dalam situasi sosial tersebut sehingga dapat ditemukan hipotesis, pola hubungan yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi teori.[16]
Membuat tujuan penelitian kualitatif sama mudahnya dengan merumuskan tujuan penelitian lainnya, karena tujuan penelitian hanya mengacu pada rumusan maslah penelitian. Hal ini bukan berarti rumusan masalah sama persis dengan tujuan penelitian, akan tetapi keduanya tetap berbeda secara substansial, karena rumusan maslah dibuat dalam konteks mengungkapkan substansi masalah, sedangkan tujuan penelitian dibuat untuk mengungkapkan keinginan peneliti dalam suatu penelitian.[17]
                                                                


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Menurut Nyoman Kutha Ratna sebagaimana dikutip oleh andi Prastowo, judul merupakan representasi (wakil) dari keseluruhan isi, termasuk harapan-harapan dalam suatu karya tulis. judul penelitian kualitatif tidak berbeda dengan judul penelitian lainnya. Perbedaannya terletak pada makna dan substansi judul tersebut.
Dalam latar belakang masalah ini perlu dikemukakan gambaran keadaan yang sedang terjadi selanjutnya dikaitkan dengan peraturan/kebijakan, perencanaan, tujuan, teori, pengalaman, sehingga terlihat adanya kesenjangan yang merupakan masalah. Masalah ini perlu dikemukakan dalam bentuk data. Setelah suatu masalah diputuskan untuk diteliti pemecahannya, maka peneliti mencari teori-teori, konsep-konsep dari segala macam sumber yang mungkin ada kaitannya dengan permasalahannya.
Salah satu pekerjaan yang paling pokok dalam kegiatan penelitian adalah merumuskan masalah. Untuk menyusun rumusan masalah penelitian kualitatif ada persyaratan yang mesti dipenuhi, yaitu kita harus memformulasikan fenomena yang mau diteliti. Jadi, rumusan masalah kualitatif merumuskan substansi kategorisasi, substansi struktur, dan substansi model dalam suatu permasalahn penelitian.
B.  Saran
Setitik harapan dari kami sebagai penyusun kepada semua pihak baik pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada kami. Karena makalah yang kami susun ini masih terlihat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
                                                            
Andi Prastowo. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian.  Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2014.
Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta. 2011.
Zainal Arifin. Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2014.



[1] Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,  (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 130
[2] Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 76
[3] S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 59
[4] Ibid, hlm. 130-131                                                                                                     
[5] Ibid, hlm. 131-132
[6] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2011), hlm.
[7] Ibid, hlm. 122
[8] Ibid, hlm. 123
[9] S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Op.Cit., hlm. 54
[10] S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Op.Cit., hlm. 57
[11] Ibid, hlm. 138
[12] Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 180
[13] Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 180
[14] Ibid, hlm. 140-147                                                                  
[15] Ibid, hlm. 148
[16] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2011), hlm.
[17] Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 77

1 komentar:

  1. Iron Titanium - Tinium Arts
    Iron Titanium is price of titanium a high-quality joico titanium aluminum alloy titanium legs which can be titanium price per ounce made for various applications. It is ideal for construction titanium cross necklace applications such as furniture,

    BalasHapus