BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, salah
satunya adalah dengan menggunakan ilmu. Sesuatu yang bersifat ilmu adalah
ilmiah. Ilmu yang diperoleh dari hasil penelitian atau studi disebut ilmu
pengetahuan. Disini terdapat perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan bisa disebut sebagai ilmu jika pengetahuan itu sistematis, metodis
dan koheren. Sistematis dalam arti pengetahuan itu disusun berdasarkan system
tertentu. Metodis dalam arti bahwa pengetahuan itu diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan metode tertentu. Dan terakhir, koheren dalam arti bahwa pengetahuan
itu merupakan suatu kesatuan yang padu, yang masing-masing bagiannya saling
mendukung sampai terbentuk suatu harmoni “tumbuhan pengetahuan yang kompak”.
Pada dunia penelitian hal-hal yang bersifat
sistematis, metodis dan koheren mutlak diperlukan guna menghadapi berbagai
permasalahan yang perlu dipecahkan baik bersifat ilmiah maupun terapan. Agar
kegiatan penelitian tersebut sistematis, metodis dan koheren maka diperlukan statement
yang memuat rencana penelitian yang dituangkan ke dalam proposal
penelitian. Proposal penelitian ini secara komprehensif memuat
komponen-komponen yang dapat menggambarkan hubungan mendasar antara komponen
peneliti, komponen pemberi dana dan komponen yang akan menggunakan hasil
penelitian.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
cara menentukan judul penelitian?
2.
Bagaimana
cara menyusun latar belakang masalah?
3.
Bagaimana
cara untuk melakukan identifikasi maslah?
4.
Bagaimana
cara menyusun rumusan masalah?
5.
Bagaimana
cara membuat tujuan penelitian?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui cara menentukan judul penelitian
2.
Untuk
mengetahui cara menyusun latar belakang masalah
3.
Untuk
mengetahui cara mengidentifikasi masalah
4.
Untuk
mengetahui cara menyusun rumusan masalah
5.
Untuk
mengetahui cara membuat tujuan penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Menentukan Judul Penelitian
Unsur penting dalam bagian awal penyusunan rancangan penelitian
adalah menentukan judul. Menurut Nyoman Kutha Ratna sebagaimana dikutip oleh
andi Prastowo, judul merupakan representasi (wakil) dari keseluruhan isi,
termasuk harapan-harapan dalam suatu karya tulis. Judul adalah nama, identitas
yang dianggap sebagai ciri utama untuk mengenalinya. Dalam suatu karya ilmiah,
judul menjadi petunjuk bagi pembaca sehingga pembaca dapat membayangkan
masalah, tujuan, manfaat, dan bahkan keseluruhan isi yang terkandung di
dalamnya.[1]
Dalam banyak hal, judul penelitian kualitatif tidak berbeda dengan
judul penelitian lainnya. Perbedaannya terletak pada makna dan substansi judul
tersebut. Kalau penelitian kuantitatif makna judul penelitiannya adalah
mengekspos permasalahan kuantitatif, seperti hubungan-hubungan variabel dan
jenis pengukuran yang akan dilakukan. Sedangkan dalam penelitian kualitatif
yang diekspos adalah fenomena yang diteliti dan berbagai aspek yang berhubungan
dengannya. Kemudian dari segi substansinya, judul penelitian kuantitatif sudah
dapat dibuat secara final pada awal pembuatan proposal penelitian. Sedangkan
pada penelitian kualitatif, judul baru bisa dibuat konkret setelah seluruh
penelitian sudah selesai dilakukan.[2]
Oleh sebab itu, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
oleh peneliti antara lain:
1.
Kesesuaian
judul dengan keseluruhan isi daripada kegiatan dan laporan yang dikerjakan,
baik kesesuaian dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Yang dimaksud dengan
kesesuaian kualitatif adalah kesesuaian dalam segi hakikat atau sudut pandang
serta kesesuaian dalam segi hakikat persoalannya. Sedangkan kesesuaian
kuantitatif adalah kesesuaian dalam keseimbangan antara luasnya wilayah yang
dinyatakan dalam judul dengan wilayah kegiatan serta uraian dalam laporannya.
2.
Judul
harus menggunakan kata-kata yang jelas, tandas, pilah-pilah literar, singkat,
deskriptif, dan tidak merupakan pertanyaan. Hendaknya hindari penggunaan
kata-kata yang kabur, terlalu politik, bombastik, bertele-tele, tidak runtut,
dan lebih dari satu kalimat.[3]
Selain kedua hal di atas, ada juga yang berpendapat bahwa untuk
menentukan judul penelitian paling tidak terdapat lima cara yang harus ditempuh
yaitu sebagai berikut:[4]
1.
Judul
ditemukan melalui proses pembacaan literatur (buku) secara cermat, seperti
melalui rekomendasi penelitian terdahulu. Tesis atau disertasi yang baik pada
umumnya menyertakan salah satu saran yang lainnya mengenai masalah tertentu
yang sangat penting, tetai tidak bisa disajikan dalam penelitiannya.
2.
Ditemukan
melalui kehidupan praktis sehari-hari, seperti petunjuk kolegial. Seorang
peneliti seharusnya memiliki pergaulan yang luas, mengamati secara cermat
setiap aspek kehidupan. Seperti halnya guru kontrak, pegawai honorer, para
pengunjung perpustakaan, sekolah alam, dan sebagainya itu merupakan judul-judul
yang didapatkan secara kebetulan, namun sangat besar manfaatnya bagi penelitian
dalam bidang pendidikan.
3.
Lahir
melalui kepekaan kita (peneliti),
seperti berbagai judul penelitian dalam kaitannya dengan pengembangan
masyarakat secara keseluruhan. Kepekaan peneliti pada gilirannya juga
mengimplikasikan kreativitas, bahkan imajinasi.
4.
Diperoleh
melalui kompetensi para tokoh yang memiliki otoritas, baik akademis maupun
birokratis. Kompetensi dengan sendirinya diperoleh melalui pengalaman selama
bertahun-tahun, baik secara langsung di lapangan maupun secara tak langsung
melalui penjelasan maupun secara tak langsung melalui penjelajahan literatur.
5.
Judul
dan masalah diperoleh karena sesuatu yang unik sehingga menarik perhatian untuk
diteliti.
Sementara itu, untuk teknik penyususnan judul, menurut Nyoman Kutha
Ratna sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo, sebenarnya tidak ada batasan
berapa jumlah kata dalam satu judul.
Pertimbangan yang sering dikemukakan adalah jangan terlalu pendek sehingga
makna judul sulit ditangkap, juga jangan terlalu panjang sehingga ada kesan
mubazir dan bertele-tele. Kemudian ada beberapa kaidah yang lazim digunakan
dalam penulisan judul, antara lain: Pertama, disusun sesuai dengan
aturan-aturan yang berlaku dan telah disepakati dalam dunia akademis. Kedua,
gunakan bahasa baku yang lugas dan ringkas. Ketiga, judul harus informatif dan
komunikatif. Keempat, yaitu judul tidak dalam bentuk singkatan. Kelima, judul
umumnya merupakan kumpulan kata (parafrase) bukan kalimat deklaratif.[5]
B.
Menyusun Latar Belakang Masalah
Setiap masalah pasti ada yang melatar belakangi. Dalam latar
belakang masalah ini perlu dikemukakan gambaran keadaan yang sedang terjadi
selanjutnya dikaitkan dengan peraturan/kebijakan, perencanaan, tujuan, teori,
pengalaman, sehingga terlihat adanya kesenjangan yang merupakan masalah.
Masalah ini perlu dikemukakan dalam bentuk data.[6]
Masalah yang dikemukakan dalam bentuk data, bisa diperoleh dari
studi pendahuluan, dokumentasi laporan penelitian, atau pernyataan orang-orang
yang dianggap kredibel dalam media baik media cetak maupun elektronika.
Penelitian juga tidak harus berangkat dari masalah, akan tetapi bisa juga
berangkat dari potensi. Potensi tersebut
akhirnya dapat berkembang menjadi masalah karena potensi tersebut tidak dapat
didayagunakan.
Setelah masalah yang dikemukakan belum dapat diatasi dan mungkin
ada potensi yang belum dapat didayagunakan, maka perlu dilakukan penelitian.
Jadi, dalam latar belakang masalah ini intinya berisi tentang jawaban atas
pertanyaan, mengapa perlu dilakukan penelitian.
Sementara Nyoman Kutha Ratna mengemukakan sebagaimana dikutip oleh
Andi Prastowo bahwa masalah dan latar belakang mempunyai keterkaitan yang erat
sekali. Latar belakang adalah deskripsi, bukan analisis, dikemukakan secara singkat
dan lugas. Inti pembicaraannya adalah adanya kesenjangan anatar kondisi yang
ada di lapangan (das sein) dan harapan yang harus dicapai (das sollen).
Atau dengan kata lain, latar belakang menunjukkan adanya kesenjangan anatara
problematik empiris dan problematik teoritis. Penjelasannya mulai dari masalah
umum ke khusus, semacam piramida terbalik.[7]
Selain
itu, ada pertanyaan penting yang mesti dijawab dalam latar belakang masalah
yaitu mengapa objek yang dimaksudkan yamg dipilih, mengapa bukan yang lain.
Pada umumnya, disinilah para peneliti menemukan keraguan, tidak percaya diri,
bahkan tidak jarang penelitian tidak dilanjutkan sama sekali. Dengan kata lain,
peneliti gagal dalam menempuh penelitiannya. Untuk itu, ada beberapa saran,
khususnya dalam menyusun latar belakang yang pada dasarnya menemukan judul
penelitian.
1.
Baik
latar belakang maupun judul dan maslah hendaknya berpedoman pada ciri-ciri
kajian sesuai bidang keahlian atau disiplin keilmuwan masing-masing.
2.
Latar
belakang penelitian tidak harus masalah besar, tetapi mungkin kecil dan mungkin
juga tidak menarik perhatian bagi orang lain. Namun, yang mesti besar adalah
bagaimana penelitian dilakukan sehingga masalah yang kecil tersebut menjadi
besar bagi peneliti.
3.
Penelitian
ditentukan oleh objek formalnya, bukan objek materialnya. Meskipun objek
materialnya sama, apabila peneliti memiliki ketajaman dalam mengamati suatu
masalah, di dalam objek material yang sama akan berhasil diungkap objek yang
kecil dan sederhana akan dihasilkan permasalahn yang besar dan kompleks.[8]
C.
Identifikasi Masalah
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa masalah adalah adanya
kesenjangan anatar kondisi yang ada di lapangan (das sein) dan harapan
yang harus dicapai (das sollen). Untuk meningkatkan kemampuan melihat
suatu masalah yang perlu diteliti, maka harus giat mencari masalah dari
sumber-sumbernya. Adapun yang menjadi sumber utama permasalahan ialah:[9]
a.
Bacaan
Seorang
peneliti harus rajin membaca, terutama jurnal-jurnal penelitian atau laporan
penelitian. Pada umumnya penelitian ilmiah jarang menjawab permasalahn dengan
tuntas. Bahkan suatu penelitian itu memberi rekomendasi tertentu untuk diteliti
lebih lanjut.
b.
Seminar,
diskusi, dan pertemuan ilmiah
Para
peserta seminar, diskusi dan pertemuan ilmiah membawa makalah-makalah yang
memecahkan permasalahan menurut bidangnya masing-masing. Mungkin saja masalah
itu perlu diteliti pula dari segi ilmu yang lain.
c.
Pernyataan
dari orang yang memiliki otoritas
Sering
dalam ceramah atau bahkan penyataan seorang pejabat tinggi, mislanya seorang
menteri yang mengatakan bahwa ada suatu masalah yang harus dipecahkan. Sehingga
seorang peneliti tentunya akan tergugah untuk menelitinya.
d.
Pengamatan
sekilas
Misalnya
ada seorang ahli sedang melakukan perjalanan dinas. Kemudian di tengah perjalanannya
ia melihat suatu gejala yang tidak sehat dan perlu dipecahkan. Maka untuk
memecahkannya harus diadakan penelitian terlebih dahulu.
e.
Pengalaman
pribadi
Dari
pengalaman pribadi seorang yang berminat dalam penelitian mungkin muncul suatu
pertanyaan yang mendorong ia melakukan penelitian. Seperti halnya, seorang
dosen setelah mengajar selama beberapa tahun memperhatikan bahwa mahasiswa dari
sekolah-sekolah kejuruan lanjutan atas yang telah bekerja sedikitnya dua tahun
semua berhasil mengikuti kuliahnya dengan baik.
f.
Perasaan
dan ilham
Dalam
benak seorang peneliti yang sudah berpengalaman, mungkin tiba-tiba muncul suatu
pertanyaan yang mendorong melakukan penelitian. Mungkin saja pertanyaan itu
tiba-tiba ia rasakan ketika melihat fenomena yang ada di sekitarnya. Dari
situlah ia kemudian tertarik untuk mengadakan penelitian.
Setelah suatu masalah diputuskan untuk diteliti pemecahannya, maka
peneliti mencari teori-teori, konsep-konsep dari segala macam sumber yang
mungkin ada kaitannya dengan permasalahannya. Maka dari itu, kegiatan
penelitian haruslah banyak membaca, baik dari sumber acuan umum yaitu dari
buku-buku teks di perpustakaan, maupun dari sumber acuan khusus yaitu dari
jurnal-jurnal penelitian, makalah-makalah, seminar dan lain-lain. Dalam memilih sumber-sumber acuan itu, perlu
diperhatikan keterkaitannya dan pandangan terbaru. Semakin banyak sumber acuan
yang dibaca oleh peneliti maka akan meningkatkan daya nalarnya dalam mengambil
deduksi dari teori-teori dan generalisasi-generalisasi yang sudah ditelaahnya,
sehingga sampai kepada suatu jawaban sementara.[10]
D.
Rumusan Masalah
Salah satu pekerjaan yang paling pokok dalam kegiatan penelitian
adalah merumuskan masalah. Untuk menyusun rumusan masalah penelitian kualitatif
ada persyaratan yang mesti dipenuhi, yaitu kita harus memformulasikan fenomena
yang mau diteliti. Jadi, rumusan masalah kualitatif merumuskan substansi
kategorisasi, substansi struktur, dan substansi model dalam suatu permasalahan
penelitian.[11]
Rumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, yaitu:
1) rumusan masalah deskriptif, apabila tidak dihubungkan antarfenomena, dan 2)
rumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan
atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena. Selain itu, rumusan masalah
memiliki fungsi yaitu: 1) mendorong adanya suatu kegiatan penelitian atau
pentingnya kegiatan penelitian, 2) sebagai titik tolak, acuan atau fokus dari
suatu penelitian, 3) menentukan jenis data yang perlu dikumpulkan oleh
peneliti, dan 4) mempermudah peneliti dalam menentukan populasi dan sampel
penelitian.[12]
Rumusan masalah dalam penelitian kualitatif tidak berkenaan dengan
variabel penelitian, yang bersifat spesifik, tetapi lebih makro dan berkaitan
dengan kemungkinan apa yang terjadi pada objek/situasi sosial penelitian
tersebut. Sehingga dalam penelitian dan penemuan masalah penelitian, ada
beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan secara hati-hati, yaitu: a)
masalah penelitian harus yang bersifat teka-teki, unik, orisinil dan belum bisa
dijawab dengan tegas, b) dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya atau katau
kalimat interogratif, c) dirumuskan dalam konteks kebijakan pragmatis yang
sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang
relevan pula, d) tersedia sumber informasi yang cukup, baik dalam bentuk
manusia sumber (human resources ) maupun yang bukan manusia sumber (nonhuman
resources), sehingga memungkinkan untuk pengumpulan data, e) mempunyai
manfaat yang besar, baik secara teoritis maupun praktis, f) sesuai dengan
kemampuan peneliti itu sendiri (terutama dalam penggunaan metode penelitian)
dan bidamg keahliannya, dan g) memperhatikan biaya, waktu, alat, dan tenaga
penunjang lainnya.[13]
Moeleong mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo bahwa
ada sekitar sembilan prinsip yang bisa kita jadikan pedoman dalam penyusunan
rumusan masalah penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:[14]
1.
Prinsip
terkait teori dasar
Dalam
prinsip ini, kita harus senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam
penelitian kita didasarkan pada upaya untuk menemukan teori dari dasar sebagai
acuan utama. Pada akhirnya rumusan masalah ini nanti hanya sekedar menjadi
arahan, pembimbin, atau suatu acuan pada usaha untuk menemukan masalah yang
sebenarnya
2.
Prinsip
terkait maksud perumusan masalah
Perumusan
masalah disini dimaksudkan untuk menunjang upaya penemuan dan penyusunan teori
substansif (teori yang bersumber dari data). Selain itu, penekanan pada suatu
upaya penemuan teori dapat membawa peneliti untuk juga dapat menguji suatu
teori yang sedang berlaku meskipun sulit. Dengan demikian, melalui prinsip ini
rumusan masalah dalam usaha penelitian barangkali akan terjadi, dua kali, atau
bahkan lebih mengalami perubahan dan penyempurnaan.
3.
Prinsip
hubungan faktor
Terdapat
tiga aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan pada waktu merumuskan masalah
penelitian, yaitu sebagai berikut:
a.
Adanya
dua faktor atau lebih
b.
Fakor-faktor
itu kemudian dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna
c.
Hasil
dari menghubungkan faktor-faktor tadi berupa suatu keadaan yang menimbulkan
tanda tanya. Jadi, dari situlah nantinya perlu adanya pemecahan dari tanda
tanya tersebut. Upaya untuk memecahkan pertanyaan itu yang kemudian sering
dikenal dengan istilah “tujuan penelitian”.
Adapun
hal utama yang perlu diperhatikan adalah agar dalam merumuskan masalah ketiga
aturan di atas diusahakan sedemikian rupa supaya dipenuhi. Jadi, jika ada
faktor yang tidak dikaitkan antara satu dengan yang lainnya berarti belum
memenuhi persyaratan.
4.
Fokus
sebagai wahana untuk membatasi studi
Penelitian
kualitatif bersifat terbuka. Dengan artian tidak mengharuskan kita menganut
suatu orientasi teori tertentu. Namun, jika kita telah menetapkan dan memegang
teori, maka kita harus memanfaatkannya dan harus secara taat asas. Dengan
demikian, rumusan masalah nantinya akan mengarahkan dan membimbing peneliti
pada situasi lapangan bagaimanakah yang akan dipilih dari berbagai latar yang
sangat banyak tersedia.
5.
Prinsip
terkait kriteria inklusif-eksklusif
Ketika
peneliti terjun ke lapangan, tentunya akan memiliki banyak data baik melaui
observasi partisipan, wawancara mendalam, analisis dokumen, dan sebagainya.
Perumusan fokus yang baik biasanya dilakukan sebelum peneliti ke lapangan dan
mungkin sudah disempurnakan pada awal ia terjun ke lapangan. Sehingga ia akan
membatasi untuk memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak relevan.
6.
Prinsip
terkait bentuk dan cara perumusan masalah
Ada
tiga bentuk rumusan masalah, yaitu:
a.
Secara
diskusi
Cara
penyajian diskusi adalah dengan bentuk peenyataan secara deskriptif, namun
perlu diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian.
b.
Secara
proporsional
Rumusan
yang dibuat secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis
dan bermakna. Dalam hal ini, ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau
deskriptif dan ada pula yang langsung dikemukakan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan penelitian.
c.
Secara
gabungan
Dalam
bentuk ini, rumusannya terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian
ditegaskan lagi dalam bentuk proporsional.
7.
Prinsip
terkait dengan posisi perumusan masalah
Maksud
dari “posisi” disini tidak lain adalah kedudukan untuk rumusan masalah di antara
unsur-unsur penelitian lainnya seperti latar belakang masalah, tujuan, acuan
teori, serta metode penelitian. Sedangkan prinsip posisi ini sendiri
menghendaki empat ketentuan dalam penyusunan rumusan masalah sebagai berikut.
a.
Rumusan
latar belakang penelitian hendaknya didahulukan karena latar belakanglah yang
memberikan ancang-ancang dan alasan diadakannya penelitian.
b.
Rumusan
masalah disusun terlebih dahulu, baru tujuan penelitian karena tujuan
penelitian pada hakikatnya akan berusaha memecahkan dan menjawab pertanyaan
pada masalah penelitian itu.
c.
Sebaiknya,
rumusan masalah dipisahkan dari rumusan
tujuan penelitian walaupun hal itu jangan diartikan bahwa keduanya tidak dapat
dilakukan.
d.
Seyogiyanya
rumusan masalah tersebut dipisahkan dari metode penelitian karena perbedaan
fungsi keduanya yang cukup menolak.
8.
Prinsip
terkait hasil penelaahan kepustakaan
Pada
dasarnya perumusan masalah tidak dapat dipisahkan dari hasil penelaahan
kepustakaan yang berkaitan, karena untuk lebih mempertajam rumusan masalah
walaupun masalah yang sesungguhnya bersumber dari data. Penelaahan kepustakaan
juga mengarahkan serta membimbing peneliti untuk membentuk kategori substantif
walaupun perlu diingat bahwa kategori substantif seharusnya bersumber dari
data.
9.
Prinsip
terkait penggunaan bahasa
Untuk
bentuk rumusan masalahnya, kalau berdasarkan “level of explanation” suatu
gejalanya, kita akan menemukan tiga bentuk rumusan masalah, yaitu:
(1)
rumusan
masalah deskriptif
dalam
bentuk ini adalah suatu rumusan masalah yang memandu kita untuk mengungkapkan
atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas, dan
mendalam.
(2)
rumusan
masalah komparatif
Untuk
bentuk yang kedua ini, rumusan masalah yang memandu kita untuk membandingkan
antara konteks sosial atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
(3)
rumusan
masalah asosiatif atau hubungan
Bentuk
terakhir ini adalah rumusan masalah yang memandu kita untuk mengonstruksi
(membangun/menyusun) hubungan antara situasi sosial atau domain satu dan yang
lainnya. Rumusan masalah asosiatif ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a.
hubungan
simetris adalah hubungan suatu gejala yang munculnya bersamaan sehingga bukan
merupakan hubungan sebab-akibat atau interaktif.
b.
Hubungan
kausal adalah hubungan yang bersifat sebab dan akibat.
c.
Hubungan
resiprokal adalah hubungan yang saling memengaruhi.
Dalam merumuskan masalah penelitian, kita perlu memerhatikan
langkah-langkahnya. Dikemukakan oleh Moleong sebagaimana dikutip oleh Andi
Prastowo bahwa ada empat langkah yang harus ditempuh dalam perumusan masalah
yaitu:
1.
Tentukan
fokus penelitiannya
2.
Cari
berbagai kemungkinan faktor yang memiliki hubungan dengan fokus tersebut yang
disebut dengan subfokus.
3.
Di
antara faktor-faktor yang berhubungan, adakan pengkajian mana yang sangat
menarik untuk ditelaah, kemudian tetapkan mana yang dipilih.
4.
Buatlah
hubungan secara logis antara faktor-faktor subfokus yang dipilih dan fokus
penelitian.[15]
E.
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan
dan membuktikan pengetahuan. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian
kualitatif adalah untuk menemukan. Dengan metode kualitatif maka peneliti dapat
menemukan pemahaman luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang kompleks,
memahami interaksi dalam situasi sosial tersebut sehingga dapat ditemukan
hipotesis, pola hubungan yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi teori.[16]
Membuat tujuan penelitian kualitatif sama mudahnya dengan
merumuskan tujuan penelitian lainnya, karena tujuan penelitian hanya mengacu
pada rumusan maslah penelitian. Hal ini bukan berarti rumusan masalah sama
persis dengan tujuan penelitian, akan tetapi keduanya tetap berbeda secara
substansial, karena rumusan maslah dibuat dalam konteks mengungkapkan substansi
masalah, sedangkan tujuan penelitian dibuat untuk mengungkapkan keinginan
peneliti dalam suatu penelitian.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Menurut Nyoman
Kutha Ratna sebagaimana dikutip oleh andi Prastowo, judul merupakan
representasi (wakil) dari keseluruhan isi, termasuk harapan-harapan dalam suatu
karya tulis. judul penelitian kualitatif tidak berbeda dengan judul penelitian
lainnya. Perbedaannya terletak pada makna dan substansi judul tersebut.
Dalam latar belakang masalah ini perlu dikemukakan gambaran keadaan
yang sedang terjadi selanjutnya dikaitkan dengan peraturan/kebijakan, perencanaan,
tujuan, teori, pengalaman, sehingga terlihat adanya kesenjangan yang merupakan
masalah. Masalah ini perlu dikemukakan dalam bentuk data. Setelah suatu masalah
diputuskan untuk diteliti pemecahannya, maka peneliti mencari teori-teori,
konsep-konsep dari segala macam sumber yang mungkin ada kaitannya dengan
permasalahannya.
Salah satu pekerjaan yang paling pokok dalam kegiatan penelitian
adalah merumuskan masalah. Untuk menyusun rumusan masalah penelitian kualitatif
ada persyaratan yang mesti dipenuhi, yaitu kita harus memformulasikan fenomena
yang mau diteliti. Jadi, rumusan masalah kualitatif merumuskan substansi
kategorisasi, substansi struktur, dan substansi model dalam suatu permasalahn
penelitian.
B.
Saran
Setitik harapan dari kami sebagai penyusun kepada semua pihak baik
pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada kami. Karena
makalah yang kami susun ini masih terlihat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk memperbaiki
kekurangan yang ada dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Prastowo. Metode
Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2014.
Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group,
2008.
S.
Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV.
Alfabeta. 2011.
Zainal
Arifin. Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2014.
[1] Andi Prastowo,
Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 130
[2] Burhan Bungin,
Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 76
[3] S. Margono, Metodologi
Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 59
[4] Ibid, hlm.
130-131
[5] Ibid, hlm. 131-132
[6] Sugiyono, Metode
Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2011), hlm.
[7] Ibid, hlm. 122
[8] Ibid, hlm. 123
[9] S. Margono, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Op.Cit., hlm. 54
[10] S. Margono, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Op.Cit., hlm. 57
[11] Ibid, hlm. 138
[12] Zainal Arifin,
Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 180
[13] Zainal Arifin, Penelitian
Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 180
[14] Ibid, hlm.
140-147
[15] Ibid, hlm. 148
[16] Sugiyono, Metode
Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2011), hlm.
[17] Burhan Bungin, Penelitian
Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2008), hlm. 77
Iron Titanium - Tinium Arts
BalasHapusIron Titanium is price of titanium a high-quality joico titanium aluminum alloy titanium legs which can be titanium price per ounce made for various applications. It is ideal for construction titanium cross necklace applications such as furniture,