BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan terdapat dua hal
yang berkaitan, yaitu mendidik dan pendidikan. Menurut Martinus J. Langeveld mendidik berarti
memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak yang belum
dewasa menuju ke arah kedewasaan, dalam arti dapat berdiri sendiri dan
bertanggung jawab susila atau segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Sedangkan
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara ialah daya upaya untuk memajukan budi
pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelect), dan jasmani anak-anak supaya
dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak
selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian di atas kemudian
pendidikan diuji untuk mampu memberikan jawaban yang menyulitkan, antara
melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada atau pendidikan harus berperan kritis dalam
melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Kedua
hal tersebut hanya bisa dijawab melalui pemilihan paradigma dan ideologi
pendidikan yang mendasar. Hal tersebut berarti proses pendidikan harus
memberikan ruang untuk mempertanyakan secara kritis antara sistem dan struktur
yang ada serta hukum yang berlaku.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ideologi dan pendidikan?
2. Apa itu ideologi pendidikan ?
3. Bagaimana paradigma pendidikan kontemporer?
4. Sebutkan macam-macam ideologi pendidikan konservatif?
C.
Tujuan
1. Untuk memahami makna ideologi dan pendidikan.
2. Untuk memahami makna ideologi pendidikan.
3. Untuk mengetahui paradigma pendidikan kontemporer.
4. Untuk mengetahui macam-macam ideologi pendidikan konservatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ideologi Pendidikan
Istilah
ideologi ini dikemukakan oleh Sargent yang mengindikasikan dalam bukunya, Temporary Political Ideologies (Ideologi-ideologi
Politik Kontemporer) yang mengatakan bahwa ideologi adalah sebuah sistem nilai
atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok
tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga serta
proses masyarakat. Ia menyediakan sebuah potret dunia sebagaimana adanya dan
sebagaimana seharusnya dunia itu bagi mereka yang meyakininya. Dan dengan
melakukan itu, ia mengorganisir kerumitan atau kompleksitas yang besar di dunia
menjadi sesuatu yang cukup sederhana dan bisa dipahami. Derajat organisasi atau
penataan itu, juga penyederhanaannya yang tampak pada potret tadi, cukup
bervariasi dari satu ideologi ke ideologi lain, dan semakin meningkatnya
kompleksitas dunia membuat potret tadi jadi kabur. Di saat yang sama, potret
dasar yang disediakan oleh ideologi tampaknya tetap cukup mapan dan konstan. [1]
Kemudian
dalam Kamus Ilmiah Populer disebutkan bahwa ideologi ini dipakai untuk
menunjukkan kelompok ide-ide yang teratur menangani bermacam-macam masalah
politik, ekonomi dan sosial, asas haluan, seta pandangan hidup dunia.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah suatu tema yang merupakan pokok
perhatian manusia sebagai dasar semua perilaku manusia dan menentukan bentuk
pilihan manusia. Dengan kata lain, ideologi inilah yang merupakan tujuan segala
usaha dan upaya manusia dan merupakan penjelas kedudukan manusia di alam
eksistensi ini, minimal kehidupannya di alam materi, serta merupakan tolok ukur
bagi nilai-nilai dan keutamaan kehidupan.[3]
Dari
pengertian di atas maka dapat kita ketahui bahwa suatu ideologi itu memiliki
karakteristik sebagai berikut.[4]
1. Ideologi tidak hanya mempunyai seluruh
sifat positif, bahkan harus jauh dari segala kekurangan dan kelemahan. Seperti
halnya ketika kita mengamati setiap ideologi manusia, maka akan kita jumpai
beberapa dimensi yang bermanfaat dan memiliki sisi positif, tetapi ada pula
aspek-aspek lainnya yang negatif dan mempunyai kekurangan yang jauh dari
nilai-nilai hakiki.
2. Ideologi harus menjelaskan kedudukan
manusia di alam eksistensi dan menjawab persoalan-persoalan hakiki manusia,
seperti masalah asal-muasal manusia, tujuan keberadaan manusia di alam ini, dan
akhir perjalanan hidup manusia pasca kematian.
3. Ideologi harus terkait dengan semua
aspek kehidupan manusia dan menentukan bentuk hubungan individu-individu dalam
masyarakat dan mengarahkan manusia ke arah pembangunan diri, masyarakat, dan
bangsanya. Di samping itu, ideologi dapat memberdayakan potensi-potensi yang
berbeda dari setiap individu untuk kepentingan kesempurnaan masyarakat manusia
dan menegaskan bahwa setiap individu manusia berhubungan satu sama lain yang
diumpamakan sebagai bagian dari tubuh yang satu.
4. Ideologi harus memiliki dimensi logis,
argumentatif, rasionalitas, dan bersifat tetap dan stabil.
5. Cita-cita dan tujuan ideologi dapat
dicapai oleh semua individu manusia. Dengan kata lain, puncak kesempurnaan yang
dicanangkan oleh ideologi tersebut bisa diraih secara bertahap oleh setiap
individu berdasarkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
6. Ideologi harus bersifat abadi dan kekal
karena jika manusia memilih suatu ideologi yang tidak kekal, dapat dipastikan
kehidupan manusia akan mengalami kemunduran dan kehancuran.
Selanjutnya
makna pendidikan yang merupakan bentuk nomina dari kata dasar “didik” yang
mendapat awaan “pe” dan akhiran “an”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan diartikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.[5]
Selain
itu, makna pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga sudut pandang yaitu
sempit, luas terbatas, dan maha luas.[6]
1. Dalam arti sempit, pendidikan adalah
sekolah atau persekolahan (schooling). Dalam arti ini pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian utama yang berlangsung di tempat tertentu, khususnya di sekolah
(lembaga formal).
2. Dalam arti luas terbatas, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik
menuju terbentuknya kepribadian utama yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,
dan pemerintah.
3. Dalam arti maha luas, pendidikan adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang menuju
kedewasaan, yang berlangsung dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja, baik direncanakan
atau tidak direncanakan.
B.
Ideologi
Pendidikan
Menurut
William O’Neil, dalam buku Educational
Idelogies: Contemporary Expressions of Educational Philosophies (1981),
antara ideologi pendidikan dengan filosofi pendidikan memiliki kedekatan arti,
bahkan boleh dibilang kesamaan pengertian antara keduanya. Kedua istilah
tersebut merujuk pada satu aspek pembahasan, yaitu mengkaji pendidikan secara
fundamental melalui tingkatan abstraksi yang jauh lebih tinggi. Oleh karena
itu, tingkatan tersebut kemudian lebih berdekatan arti dengan pengertian
filsafat (filsafat pendidikan).[7]
Kemudian
pengertian ideologi pendidikan dirumuskan
sebagai suatu konstruksi pemikiran pendidikan yang berada pada level
abstraksi lebih tinggi. Atau bisa dipahami sebagai rangkaian konsep pendidikan
dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu. Dari
sinilah pengertian ideologi pendidikan setara dengan konstruksi filsafat
pendidikan. Jadi, ideologi pendidikan adalah suatu konstruksi filosofis dari
beragam aliran-aliran filsafat pendidikan. [8]
Selanjutnya
mengenai pengertian ideologi dan filsafat pendidikan yang hampir memiliki arti
yang sama. Cuma bedanya terletak pada wilayah kajiannya. Kalau ideologi
pendidikan wilayah kajiannya lebih bersifat politis dan filosofis. Sedangkan
filosofi pendidikan merupakan kerangka konseptual yang bersifat fundamental
dengan mengetengahkan ketiga aspek kajian filsafat secara umum.[9]
C.
Paradigma Pendidikan Kontemporer
Sebelum
kita membahas mengenai bagaimana paradigma pendidikan kontemporer alangkah
baiknya jika kita tahu terlebih dahulu makna dari paradigma pendidikan itu
sendiri. Paradigma pendidikan adalah konstruksi pemikiran tentang suatu model
pendidikan yang memiliki dasar filosofis tertentu.[10]
Dalam
dua atau tiga dekade terakhir ini ideologi-ideologi klasik seperti kapitalisme,
sosialisme, dan nasionalisme mulai kehilangan momentumnya, disusul kemudan
dengan hadirnya ideologi kontemporer seperti feminisme, pluralisme, dan
postmodernisme. Khusus dalam bidang pendidikan diramaikan dengan ideologi-ideologi
baru yang menawarkan doktrin-doktrin pendidikan sebagai terapi atas krisis yang
melanda dunia pendidikan. [11]
Berdasarkan
pemetaaan William O’Neil ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh,
dengan varian masing-masing, yaitu pertama, ideologi konservatif dengan
variasinya yaitu fundamentalisme, intelektualisme, dan konservatisme. Kedua, ideologi
liberalis dengan variasinya yaitu liberalisme, liberasionisme, dan anarkisme.[12]
Ideologi
konservatif ini memandang tujuan pendidikan sebagai memelihara nilai-nilai yang
dipercaya sudah mapan, telah teruji sejarah bahwa nilai-nilai tersebut benar.
Benar dalam artian berdasarkan agama (fundamentalis), benar berdasarkan ilmu
(intelektualisme), benar berdasarkan tradisi. Keyakinan-keyakinan tersebut yang
kemudian menentukan tujuan dalam memelihara atau melestarikan nilai-nilai
mapan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap posisi guru yang dipandang sebagai
subyek pendidikan, posisi anak sebagai obyek pendidikan, dan materi pendidikan
adalah ilmu-ilmu yang telah tersusun mapan dalam teori-teori pendidikan.[13]
Sedangkan
dalam liberalisme, tujuan pendidikan adalah mengubah dan membangun tatanan
sosial baru. Pendidikan bukan alat, tetapi pelaku penyusun, pelaku tatanan
sosial baru, yang dominan bukan lagi guru tetapi peserta didik. Guru hanya
bersifat sebagai fasilitator. Sedangkan peserta didik bukan mereproduksi ilmu,
tetapi memproduksi ilmu.[14]
D.
Macam-macam Ideologi Pendidikan Konservatif
Konservatif
adalah sikap hendak mempertahankan keadaaan dan tradisi lama.[15] Sedangkan
paradigma pendidikan konservatif ini bermula dari suatu konstruksi filosofis
yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan “Perenialisme” dan
“Esensialisme”. Dikatakan bahwa pendidikan konservatif itu bermuara pada aliran
perenialisme karena aliran ini memahami orientasi akhir dari pendidikan itu
adalah pengakuan terhadap nilai-nilai transendental. Sedangkan menurut aliran
esensialisme yaitu meyakini nilai-nilai kemanusiaan yang paling fundamental,
yakni dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran agama.[16]
Dari
pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi pendidikan konservatif
itu adalah rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang
kemudian menjadi model pendidikan tertentu dengan sikap hendak mempertahankan
keadaaan dan tradisi lama. Selanjutnya, ideologi-ideologi pendidikan
konservatif ini terdiri dari tiga tradisi pokok yaitu fundamentalisme
pendidikan, intelektualisme pendidikan, dan konservatisme pendidikan.[17]
1. Fundamentalisme Pendidikan
fundamentalisme
meliputi semua corak Konservatisme politik yang pada dasarnya anti-intelektual.
Dengan artian bahawa mereka ingin meminimalkan pertimbangan-pertimbangan
filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka
pada penerimaan yang relatif kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau
konsensus sosial yang sudah mapan.
Dari
sisi politik, konservatisme reaksioner merupakan gagasan untuk kembali kepada
kebijaksanaan-kebijaksanaan masa silam, baik yang pernah ada ataupun sekadar
khayalan. Terdapat dua variasi jika hal tersebut diterapkan dalam pendidikan.
Variasi pertama, fundamentalisme penddikan religius seperti yang tampak dalam
gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis dan memiliki
komitmen yang sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku
serta harfiah sebagaimana yang telah diungkap oleh otoritas Alkitab.
Variasi
kedua, fundamentalisme pendidikan sekular yang memiliki cirri mengembangkan
komitmen yang sama tidak luwesnya disbanding yang religius terhadap cara
pandang dunia melalui akal sehat yang disepakati dan pada umumnya menjadi
pandangan dunia orang biasa.
2. Intelektualisme pendidikan
Intelektualisme
ini lahir dari ungkapan-ungkapan Konservatisme politik yang didasarkan pada
sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoritarian.
Secara umum, Konservatisme filosofis ini ingin mengubah praktik-praktik politik
yang ada (termasuk praktik-praktik pendidikan), demi menyesuaikannya secara
lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan
tidak bervariasi.
Dalam
pendidikan kontemporer, Konservatisme filosofis mengungkapkan diri terutama
sebagai intelektualisme pendidikan bahwasanya terdapat dua variasi mendasar
yaitu intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat sekular, dan
intelektualisme teologis yang memiliki orientasi sebagaimana terpantul dalam
tulisan-tulisan para filosof pendidikan Katolik Roma kontemporer seperti
William McGucken dan John Donahue.
3. Konservatisme Pendidikan
Konservatisme
pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga
dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu. Dalam dunia pendidikan,
seorang Konservatif beranggapan bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian
dan penerusan pola-pola sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.
Ada
dua ungkapan dasar Konservatif dalam pendidikan: pertama, konservatisme
pendidikan religius, yang menekankan peran sentral pelatihan ruhaniah sebagai
landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Kedua, konservatisme pendidikan
secular, yang memusatkan perhatian pada perlunya melestarikan dan meneruskan
keyakinan-keyakinan dan praktik yang sudah ada.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah sistem
nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok
tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga serta
proses masyarakat. Ia menyediakan sebuah potret dunia sebagaimana adanya dan
sebagaimana seharusnya dunia itu bagi mereka yang meyakininya.
Ideologi
itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Ideologi tidak hanya mempunyai seluruh
sifat positif, bahkan harus jauh dari segala kekurangan dan kelemahan.
2. Ideologi harus menjelaskan kedudukan
manusia di alam eksistensi dan menjawab persoalan-persoalan hakiki manusia.
3. Ideologi harus terkait dengan semua
aspek kehidupan manusia dan menentukan bentuk hubungan individu-individu dalam
masyarakat dan mengarahkan manusia ke arah pembangunan diri, masyarakat, dan
bangsanya.
4. Ideologi harus memiliki dimensi logis,
argumentatif, rasionalitas, dan bersifat tetap dan stabil.
5. Cita-cita dan tujuan ideologi dapat
dicapai oleh semua individu manusia.
6. Ideologi harus bersifat abadi dan kekal.
Selanjutnya
makna pendidikan yang merupakan bentuk nomina dari kata dasar “didik” yang
mendapat awaan “pe” dan akhiran “an”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan diartikan sebagai “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.
Berdasarkan
pemetaaan William O’Neil ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh,
dengan varian masing-masing, yaitu pertama, ideologi konservatif dengan
variasinya yaitu fundamentalisme, intelektualisme, dan konservatisme. Kedua,
ideologi liberalis dengan variasinya yaitu liberalisme, liberasionisme, dan
anarkisme.
ideologi-ideologi
pendidikan konservatif ini terdiri dari tiga tradisi pokok antara lain:
1. Fundamentalisme Pendidikan
2. Intelektualisme pendidikan
3. Konservatisme Pendidikan
B.
Saran
Setitik harapan dari kami sebagai penyusun kepada semua pihak baik
pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada kami. Karena
makalah yang kami susun ini masih terlihat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk memperbaiki
kekurangan yang ada dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2010.
Anas Salahuddin.
Filsafat Pendidikan. Bandung: CV.
Pustaka Setia. 2011.
Mohammad Kosim. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya:
Pena Salsabila. 2013.
Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. 2008.
Pius A Partanto dan M.
Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola. 2001.
Saliman
dan Sudarsono. Kamus Pendidikan.
Pengajaran. dan Umum. Jakarta: Rineka Cipta. 1994.
Utomo Dananjaya. Media Pembelajaran Aktif. Bandung:
Nuansa. 2011.
William F. O’Neil.
Ideologi-ideologi Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2002.
[1] William F. O’Neil, Ideologi-ideologi
Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 33
[2] Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), hlm. 239
[3] Anas Salahuddin, Filsafat
Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 69
[4] Anas Salahuddin, Filsafat
Pendidikan, hlm. 69-71
[5] Mohammad Kosim, Pengantar
Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 23
[6] Mohammad Kosim, Pengantar
Ilmu Pendidikan, hlm. 27-28
[7] Mu’arif, Liberalisasi
Pendidikan, (Yogyakarta: Pinus Book
Publisher, 2008), hlm. 62
[8] Mu’arif, Liberalisasi
Pendidikan, hlm. 64
[9] Mu’arif, Liberalisasi
Pendidikan, hlm. 65
[10] Mu’arif, Liberalisasi
Pendidikan, hlm. 66
[11] Achmadi, Ideologi Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 4
[12] Ibid, hlm. 104-120
[13] Utomo Dananjaya, Media
Pembelajaran Aktif, (Bandung: Nuansa, 2011), hlm. 11
[14] Utomo Dananjaya, Media
Pembelajaran Aktif, hlm. 11-12
[15] Saliman dan Sudarsono, Kamus
Pendidikan, Pengajaran, dan Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 125
[16] Mu’arif, Liberalisasi
Pendidikan, hlm. 68
[17] Ibid, hlm. 104
Tidak ada komentar:
Posting Komentar