PERANAN
GURU BIMBINGAN DAN KONSELING
Noer
Azizah
18201301010224
ABSTRAK
Menurut
Baruth dan Robinson III, peran (role) didefinisikan sebagai apa yang
yang diharapkan dari posisi yang dijalani seorang konselor dan persepsi dari
orang lain terhadap posisi konselor tersebut. Misalnya seorang konselor harus
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah klien. Konselor memiliki lima
peran generik, antara lain: a) sebagai konselor, b) sebagai konsultan, c)
sebagai agen pengubah, d) sebagai agen prevensi, dan e) sebagai manager. Dari
lima peran di atas, konselor dapat menerapkan peran-peran tersebut dalam
beberapa bidang dalam bimbingan dan konseling antara lain: a) bidang
pengembangan pribadi, b) bidang pengembangan sosial, c) bidang pengembangan
kegiatan belajar, d) bidang pengembangan karier, e) bidang pengembangan
kehidupan berkeluarga, dan f) bidang pengembangan kehidupan beragama.
Kata Kunci:
Peranan, Guru, Bimbingan, dan Konseling
PENDAHULUAN
Pada perkembangannya, tugas seorang
guru kini semakin terlihat semakin kompleks. Guru yang hanya bisa menyampaikan
materi pelajaran kepada murid-murinya hanya akan menjadi seorang guru yang
terlalu kaku terhadap murid-muridnya, apalagi jika ditambah dengan tanpa adanya
bimbingan terhadap murid-muridnya yang akan membuat hubungan guru-murid semakin
kaku. Ini terasa cukup untuk menggambarkan, bahwa tugas guru bukanlah hanya
untuk menyampaikan segudang materi dengan teori-teori konsep yang begitu rumit,
tetapi seorang guru juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan
bimbingan serta konseling kepada para peserta didiknya untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi oleh para murid sehingga pembelajaran yang diberikan
tidak hanya terpancang pada materi pelajaran yang diberikan tetapi kini
ditambah dengan bimbingan yang akan semakin membantu siswa dalam mengatasi
persoalan baik dalam masalah pembelajaran materi maupun di luar pembelajaran
sekolah.
Bimbingan merupakan bantuan kepada
individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya.
Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa
lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan
menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah
yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
PEMBAHASAN
Menurut
Baruth dan Robinson III, peran (role) didefinisikan sebagai the
interaction of expectations about a “position” and perceptions of the actual
person in that position. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa peran
adalah apa yang yang diharapkan dari posisi yang dijalani seorang konselor dan
persepsi dari orang lain terhadap posisi konselor tersebut. Misalnya seorang
konselor harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah klien.[1]
Corey
menyatakan bahwa tidak ada satu pun jawaban sederhana yang mampu menerangkan
bagaimana sebenarnya peran konselor yang layak. Namun, ada beberapa faktor yang
dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan peran guru bimbingan dan
konseling, yaitu: tipe pendekatan konseling yang digunakan, karakteristik
kepribadian konselor, taraf latihan, klien yang dilayani, dan setting konseling.[2]
Sementara
itu, Baruth dan Robinson III mendefinisikan peran konselor adalah peran yang
inheren ada dan disandang oleh seseorang yang berfungsi sebagai konselor.
Elemen-elemennya dapat saja berbeda. Hal ini tergantung dari setting
atau institusi tempat konselor bekerja, akan tetapi peran dan fungsinya sama.
Selanjutnya mereka menambahkan bahwa konselor memiliki lima peran generik,
antara lain:[3]
1.
Sebagai
Konselor yang bertujuan:
a.
Untuk
mencapai sasaran interpersonal dan intrapersonal.
b.
Mengatasi
divisit pribadi dan kesulitan perkembangan.
c.
Membuat
keputusan dan memikirkan rencana tindakan untuk perubahan dan pertumbuhan.
d.
Meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan.
2.
Sebagai
Konsultan yang bertujuan:
Agar mampu bekerja sama dengan orang lain yang memengaruhi
kesehatan mental klien. Misalnya: supervisor, orangtua, commanding office,
eksekutif perusahaan (atau siapa saja yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan
dari kelompok klien primer).
3.
Sebagai
Agen Pengubah
Mempunyai
dampak/pengaruh atas lingkungan untuk meningkatkan berfungsinya klien (asumsi
keseluruhan lingkungan dimana klien harus berfungsi mempunyai dampak pada
kesehatan mental).
4.
Sebagai
Agen Prevensi
Mencegah
kesulitan dalam perkembangan dan coping sebelum terjadi (penekanan pada:
strategi pendidikan dan pelatihan sebagai sarana untuk memperoleh keterampilan coping
yang meningkatkan fungsi interpersonal).
5.
Sebagai
Manajer
Untuk mengelola
program pelayanan multifaset yang berharap dapat memenuhi berbagai macam
ekspektasi peran seperti yang sudah dideskripsikan sebelumnya ke fungsi
administratif.
Dari lima peran di atas, konselor dapat menerapkan peran-peran
tersebut dalam beberapa bidang dalam bimbingan dan konseling antara lain:[4]
a.
Bidang
Pengembangan Pribadi
Bimbingan
pribadi merupakan suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing (individu)
agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi
yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara
baik. Bimbingan pribadi ini bertujuan untuk membantu individu agar bisa
memecahkan masalah-masalah yang bersifat pribadi. Seperti dalam bidang
kerohanian, perawatan jasmani, dan pengisian waktu luang. Hal tersebut dapat
diatasi dengan tiga bentuk layanan bimbingan dan konseling yaitu: Pertama, layanan
informasi yang mencakup informasi tentang tahap-tahap perkembangan individu dan
keadaan masyarakat dewasa ini. Kedua, pengumpulan data. Data yang
dikumpulkan berkenaan dengan identitas diri individu yang bersangkutan. Ketiga,
layanan orientasi seperti lembaga pengembangan bakat, pusat kebugaran dan
latihan pengembangan kemampuan diri.
b.
Bidang
Pengembangan Sosial
Bimbingan
sosial merupakan suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik,
penyesuaian diri dan sebagainya. Bimbingan sosial ini bertujuan agar individu
yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan
lingkungannya dan mampu mengembangkan diri secara optimal sebagai makhluk
sosial dan makhluk ciptaan Allah SWT. Bimbingan sosial ini biasanya berupa
layanan seperti layanan informasi baik informasi tentang keadaan masyarakat
dewasa ini maupun informasi tentang cara-cara bergaul serta layanan orientasi
untuk bidang pengembangan hubungan sosial.
c.
Bidang
Pengembangan Kegiatan Belajar
Bimbingan
belajar merupakan suatu bantuan dari pembimbing kepada individu (siswa) dalam
hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai,
dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang yang timbul berkaitan dengan
tuntutan-tuntutan belajar di institusi pendidikan. Bimbingan belajar ini
bertujuan untuk membantu individu (siswa) agar mencapai perkembangan yang
optimal sehingga tidak menghambat perkembangan belajar siswa. Seperti halnya
kemandirian siswa dalam belajar.
d.
Bidang
Pengembangan Karier
Bimbingan
karier merupakan bantuan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan,
pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan (profesi) tertentu serta membekali
diri agar siap memangku jabatan tersebut dan dalam menyesuaikan diri dengan
tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.
Terdapat tiga
teori pokok yang menggambarkan bagaimana cara individu membuat pilihan
menyangkut karier, yakni:[5]
a)
Developmental
theory of career choice yang
dikemukakan oleh Eli Ginzberg menyatakan bahwa individu melalui tiga fase dalam
pemilihan karier yaitu:
§ Fase fantasi (sampai dengan usia 11 tahun). Pada masa anak-anak
masa depan tampaknya memiliki kesempatan yang tidak terbatas.
§ Fase tentatif (11-17 tahun). Masa ini merupakan transisi dari fase
fantasi pada masa kanak-kanak menuju pengambilan keputusan yang realistik pada
masa dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari menilai minat mereka menjadi
menilai kemampuan mereka sampai menilai value yang mereka miliki.
§ Fase realistik (17-18 tahun). Pada fase ini terjadi perubahan cara
berpikir dari yang subjektif menjadi pemilihan karier yang realistik. Individu
mengeksplorasi lebih luas pilihan karier yang ada, lebih menfokuskan diri pada
karier tertentu dan pada akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam suatu
karier.
b)
Self-concept
theory yang dikemukakan oleh Donald Super.
Konsep diri individu memainkan peran pokok dalam pemilihan karier individu. Ia
percaya banyak perubahan perkembangan dalam konsep diri tentang pekerjaan
terjadi pada waktu remaja dan dewasa muda sebagai berikut:
§ Pada usia 14-18 tahun (fase kristalisasi) remaja mengembangkan
gagasan tentang bekerja yang berhubungan dengan konsep diri global.
§ Pada usia 18-22 tahun (fase pengkhususan) mereka mulai mempersempit
pemilihan karier dan memilih perilaku yang memungkinkan mereka memasuki
beberapa tipe karier.
§ Pada usia 21-24 tahun (fase implementasi) orang dewasa muda mulai
menyelesaikan pendidikan dan pelatihan serta mulai memasuki dunia kerja.
§ Pada usia 25-35 tahun (fase stabilisasi) adalah keputusan untuk
memilih dan menyesuaikan dengan karier tertentu.
§ Pada usia di atas 35 tahun (fase konsolidasi) individu berusaha
memajukan karier dan mencapai posisi yang lebih tinggi.
c)
Personality
type theory yang
dikemukakan oleh John Holland menekankan pentingnya membangun keterkaitan atau
kecocokan antara tipe kepribadian individu dengan pemilihan karier tententu. Ia
percaya jika individu menemukan karier yang cocok dengan kepribadiannya maka
mereka lebih memungkinkan menikmati pekerjaannya dan bertahan dengan
pekerjaannya.
Bimbingan
karier ini bertujuan agar siswa mampu memahami, merencanakan, memilih
menyesuaikan diri, dan mengembangkan karier-karier tertentu setelah mereka
tamat dari pendidikannya. Bimbingan karier ini biasanya berbentuk layanan
informasi baik tentang diri sendiri maupun lingkungan hidup yang relevan bagi
perencanaan karier, layanan penempatan, dan layanan orientasi.
e.
Bidang
Pengembangan Kehidupan Berkeluarga
Bimbingan
kehidupan berkeluarga merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh pembimbing
kepada siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan berkeluarga.
Bimbingan ini bertujuan agar siswa memperoleh pemahaman yang benar tentang
kehidupan berkeluarga. Adapun bentuk layanan dalam bimbingan kehidupan
berkeluarga yaitu dengan layanan data, layanan informasi, dan layanan
orientasi.
f.
Bidang
Pengembangan Kehidupan Beragama
Bimbingan
pengembangan kehidupan beragama merupakan bantuan yang diberikan pembimbing
kepada terbimbing agar mereka mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah
yang berkenaan dengan kehidupan beragama. Bimbingan ini bertujuan agar siswa
memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang ajaran agamanya. Adapun bentuk
layanan dalam bimbingan kehidupan beragama yaitu layanan informasi dan layanan
orientasi.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran (role) didefinisikan
sebagai apa yang yang diharapkan dari posisi yang dijalani seorang konselor dan
persepsi dari orang lain terhadap posisi konselor tersebut. Konselor memiliki
lima peran generik, antara lain: a) sebagai konselor, b) sebagai konsultan, c)
sebagai agen pengubah, d) sebagai agen prevensi, dan e) sebagai manager. Dari
lima peran di atas, konselor dapat menerapkan peran-peran tersebut dalam
beberapa bidang dalam bimbingan dan konseling antara lain: a) bidang
pengembangan pribadi, b) bidang pengembangan sosial, c) bidang pengembangan
kegiatan belajar, d) bidang pengembangan karier, e) bidang pengembangan
kehidupan berkeluarga, dan f) bidang pengembangan kehidupan beragama.
DAFTAR RUJUKAN
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori
dan Praktik, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta:
Rajawali Pers, 2014.
Wardati dan Mohammad Jauhar, Implementasi Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2011.
[1]
Namora Lumongga
Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2011), hlm. 31
[2]
Ibid, hlm. 32
[3] Ibid, hlm. 32
[4] Tohirin, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.
121-136
[5] Wardati dan
Mohammad Jauhar, Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta:
Prestasi Pustakaraya, 2011), hlm. 139-140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar